Wednesday, March 14, 2012

judul 8


“Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya kerajaan sorga” Matius 5:10

KEBAHAGIAAN DI BALIK PENGANIAYAAN
By. Frany P Kuron

Banyak orang mungkin sering bertanya, bagaimana kehidupan yang berbahagiaitu? Ketika kita tanyakan kepada seorang pemain sepak bola profesional, dia pasti akan menjawab ketika mencetak gol, dan timnya memenangkan suatu pertandingan besar. Bagaimana dengan jawaban seorang mahasiswa? Dia akan menjawab ketika lulus ujian dan menjadi seorang sarjana. Lalu ketika ditanyakan pada seorang ibu, bisa jadi dia akan menjawab ketika melihat anak-anaknya sukses dalam hidup. Jawaban-jawaban ini mengaitkan kehidupan yang berbahagia dengan situasi yang dialami. Keadaan yang menyenangkan, bersukacita, beruntung, perasaan senang, tenteram, bebas dari segala yang menyusahkan bermuara pada kebahagiaan seseorang.
Yesus berkata, ”berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Dianiaya adalah suatu keadaan yang bertolak belakang dengan keadaaan bahagia. Bagaimana mungkin orang yang dianiaya dapat berbahagia? Apakah keadaan dianiaya bisa dikatakan “kehidupan yang berbahagia”? tidak mungkin-lah! Ucapan yang sangat aneh. Masakan berbahagia padahal berada dalam keadaan dianiaya.
Ucapan yang aneh memang; kalau diteropong dari sudut pandang dunia. Tapi marilah kita mencari tahu maksud ucapan Yesus ini. Pada zaman dahulu; orang-orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran adalah orang-orang yang dikasihi Allah. Mari kita membaca kesaksian 1 Petrus 3:14, “tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia…”. Dikasihi Allah karena berada dalam kebenaran; berada pada jalan hidup yang benar sesuai dengan kehendak Tuhan. Namun, sikap dunia seringkali tidak bersahabat terhadap orang-orang yang berpegang pada kebenaran. Orang benar cenderung dimusuhi oleh dunia; sehingga banyak orang tidak mau menjadi orang benar karena tidak mau menderita di dalam dunia.
Yesus sendiri mencontohkan mengenai penderitaan ketika berpegang pada kebenaran. Yesus yang tanpa dosa harus mati; bahkan dengan cara disalibkan. Hukuman salib merupakan hukuman yang diberikan kepada penjahat-penjahat kelas berat pada zaman itu. Contoh lain; pergumulan yang dialami oleh umat percaya pada abad mula-mula. Banyak penganiayaan yang mereka hadapi ketika harus mempertahankan iman kepercayaan dan berusaha hidup dalam kebenaran. Namun toh, kekristenan malah semakin meluas dan nama Tuhan semakin ditinggikan. Semakin dibabat, eh, malah semakin merambat.
Jelaslah bahwa orang yang hidup dalam kebenaran pasti memperoleh tuntunan Allah. Dunia memang memusuhi orang benar tapi Tuhan mengasihi orang benar. Jadi, mana yang kita pilih: bersahabat dengan dunia atau bersahabat dengan Allah? Bersahabat dengan Allah tentunya! Bagus. Tapi bersahabat dengan Allah ada harganya, Menderita!
Marilah kita merenung sejenak. Bagaimana jadinya kepercayaan kita jika Yesus tidak menderita dan mati? Apakah Dia akan bangkit? Jika itu terjadi, maka kata Paulus, sia-sialah pemberitaannya dan kepercayaan kita, “tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu”. Dan Bagaimana jadinya jika gereja mula-mula tidak menderita melainkan hidup dalam banyak kenyamanan dunia? Apakah kekristenan kita akan seperti sekarang ini ataukah sudah mati?
Kebahagiaan yang dirasakan karena suatu keadaan yang berbahagia bisa jadi merupakan kebahagiaan yang lekang oleh waktu; seperti pelangi sehabis hujan yang hanya akan menunjukkan keindahannya dalam waktu singkat kemudian hilang. Kebahagiaan seperti ini selalu dibayang-bayangi oleh pergumulan dan tantangan kehidupan. Maksudnya, dibalik indahnya kebahagiaan karena umur panjang terdapat pahitnya kehidupan untuk mengejar cita dan harapan. Dibalik manisnya cinta terdapat sakitnya putus cinta. Maksud saya, bisa jadi kebahagiaan dalam dunia adalah awal pergumulan dari manusia. kebahagiaan ketika lulus kuliah menjadi sarjana merupakan awal dari pergumulan mencari pekerjaan, bergumul dengan kesibukan untuk mempersiapkan masa depan. Kebahagiaan karena kelahiran anak yang pertama adalah awal dari pergumulan untuk mendidik dan merawat sang anak untuk menjadi lebih baik. Kebahagiaan hanyalah bumbu dalam kehidupan manusia. Kebahagiaan itu datang lalu kembali pergi meninggalkan kita dengan pergumulan hidup yang baru. Jelaslah semua manusia selalu berada dalam penderitaan dan pergumulan, tidak bisa lari, menghindar atau bersembunyi!
Akhirnya, kehidupan yang berbahagia adalah kehidupan yang berpegang dalam kebenaran dan selalu melaksanakan kehendak Tuhan dengan hati yang tulus walaupun berada dalam pergumulan dan tantangan kehidupan. (FPK)








“Orang benar cenderung dimusuhi  dunia; sehingga banyak orang tidak mau menjadi orang benar karena tidak mau menderita di dalam dunia” (FPK)

No comments:

Post a Comment