Wednesday, March 14, 2012

judul 7


“Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” Matius 5:9

PESAN PERDAMAIAN
By. Leidy Asterina Lontaan

            Alangkah bahagianya hidup rukun dan damai...” demikian petikkan syair sebuah lagu dari Mazmur 133 yang sangat populer di kalangan warga jemaat. Hidup damai adalah dambaan setiap orang. Tidak ada orang yang ingin hidup dalam perselisihan, peperangan dan pertikaian. Karena itu pesan-pesan perdamaian selalu digaungkan di tengah situasi kehidupan yang morat-marit dan tak menentu. Orang senantiasa ingin hidup tenang, tenteram dan aman. Tetapi apakah itu mungkin? Pertanyaan sinis ini kerap dilontarkan oleh mereka yang menjadi kecewa dan pesimis melihat kenyataan hidup yang sungguh jauh berbeda dari yang diharapkan. Kita mendambakan kerukunan hidup, namun yang terjadi justru perselisihan. Kita mengharapkan perdamaian, tetapi peperangan dan pertikaian tak dapat dihindarkan.
            Memang sungguh beruntung kita yang hidup dalam kenyamanan di daerah aman. Di sini kerukunan dan kedamaian tidak sulit untuk diwujudkan. Karena itu tidak sulit pula bagi kita untuk mensyukuri keadaan ini. Tetapi coba tanyakan kepada mereka yang hidup di daerah-daerah konflik seperti Poso dan Ambon. Mereka yang telah melalui masa-masa sukar di mana damai itu seolah sangat jauh dari hidup mereka. Bagaimanakah perasaan mereka ketika konflik berkepanjangan itu usai? Jika kita di sini mensyukuri kedamaian itu sambil tersenyum, maka mereka mungkin mensyukurinya dengan isak tangis keharuan. Betapa tidak, kedamaian dan ketenteraman hidup yang sempat hilang ditelan peperangan, pertumpahan darah, cucuran airmata dan dendam kesumat itu kini kembali. Sesuatu yang awalnya terasa mustahil, kini ada di depan mata. Tinggallah kini mereka menata kehidupan untuk masa depan yang lebih baik. Harapan yang hampir redup itu pun kembali bersinar. Meskipun tidak mudah untuk memulai segalanya kembali dari awal, tetapi mereka telah belajar memahami betapa berharganya sebuah kedamaian.
            Kita mungkin tidak pernah mengalami peperangan dalam arti yang sesungguhnya. Namun dalam kenyataan hidup sehari-hari, kita tidak bisa menghindarkan diri dari kesalah-pahaman dan perselisihan-perselisihan kecil, baik dalam keluarga maupun dalam lingkup pergaulan yang lebih luas. Tidak jarang pula, persoalan-persoalan sepele mengantar kita pada persoalan yang lebih besar, yang mengakibatkan kehidupan kita menjadi tidak nyaman dan tenteram. Kita dipenuhi kebencian, iri hati dan rasa dendam yang menuntut pelampiasan. Bukan hal yang mengherankan lagi bahwa persoalan pribadi antara dua orang yang berselisih kerap kali berubah menjadi persoalan besar antar keluarga bahkan kelompok tertentu. Kawan berubah menjadi lawan. Persahabatan menjadi permusuhan. Dalam situasi seperti inilah kita membutuhan penyegaran kembali tentang arti kedamaian itu sendiri.
            Kali ini kita disapa dengan pesan perdamaian yang disampaikan Yesus dalam ucapan bahagia yang ketujuh. Ucapan bahagia ini diserukan kepada mereka yang “membawa damai”. Yang dimaksud dengan “membawa damai” di sini lebih kepada “menciptakan perdamaian”. Damai itu tidak terjadi dengan sendirinya. Ia perlu diupayakan dan diperjuangkan, baik dengan pemikiran maupun lewat karya nyata kita. Jelaslah bahwa ini bukan pekerjaan yang mudah. Lebih mudah mengikuti arus daripada berusaha melawan arus dengan coba menciptakan perdamaian di tengah pertentangan dan perselisihan. Risikonya terlalu besar. Kita harus siap untuk ditolak, tidak diacuhkan bahkan dicemooh. Dan banyak orang tidak mau mengambil risiko ini. Hanya mereka yang benar-benar memahami makna panggilan Tuhan dalam hidupnya yang berani menerima akibat tersebut. Itulah sebabnya kepada mereka Yesus berseru “berbahagialah!”.
Damai bukanlah hidup tanpa persoalan dan kesulitan. Damai tidak hanya sekadar bebas dari setiap kesukaran. Damai berarti pula bagaimana seseorang menikmati segala kebaikan hidup yang berasal dari Tuhan. Bukan menghindarkan diri dari persoalan-persoalan yang ada, tetapi bagaimana persoalan-persoalan itu disikapi, dihadapi dan diselesaikan secara tuntas. Damai juga bukan sikap yang pasif; berdiam diri saja tidak akan menyelesaikan masalah. Terlalu bodoh rasanya jika orang mendiamkan suatu masalah hanya karena takut salah mengambil langkah. Justru yang diminta dari kita ialah sikap yang aktif, menghadapi setiap persoalan dan berusaha sekuat tenaga menciptakan perdamaian walaupun jalan ke arah itu adalah jalan yang sukar dan berat. Dengan demikian berbahagialah kita, kata Yesus, karena kita akan disebut “anak-anak Allah”.
Inilah kebanggaan terbesar menjadi pengikut Kristus. Disebut dan diakui sebagai anak-anak Allah merupakan anugerah istimewa yang kita terima karena jalan perdamaian yang ditawarkan Allah lewat pengorbanan Kristus. Itulah sebabnya Kristus disebut sebagai Raja Damai. Ia mendamaikan kita, manusia yang berdosa, dengan Allah. Kita yang dulunya dimurkai Allah karena pelanggaran yang kita perbuat, kini dirangkul dengan mesra dan beroleh kesempatan untuk disebut sebagai anak-anak-Nya. Inisiatif perdamaian itu datang dari Allah. Dialah sumber damai itu sendiri.
            Lantas bagaimana kita merespon pesan perdamaian tersebut? Fransiskus dari Asisi menggumuli pesan perdamaian ini lewat doanya, “Tuhan, jadikanlah aku alat damai sejahtera-Mu, agar di tempat perselisihan, aku membawa damai..” Kiranya sepenggal doa itu pulalah yang akan senantiasa menjiwai segenap karya dan jerih juang kita dalam rangka mewujudkan, menghadirkan, dan menciptakan perdamaian di mana pun kita pergi dan berada. Dunia membutuhkan kedamaian. Dunia membutuhkan para pembawa damai. Dan ini berarti bahwa dunia membutuhkan anak-anak Allah, bukan hanya untuk menyampaikan pesan perdamaian lewat kata-kata, melainkan menjadi alat perdamaian itu sendiri.
            Alangkah indahnya bila tempat di mana kita berada menjadi tempat yang lebih baik bagi semua orang untuk tinggal dan hidup. Alangkah bahagianya bila kerukunan dan kedamaian itu benar-benar nyata dalam hidup kita. Ternyata, kunci kebahagiaan itu ada di tangan kita sendiri. Ciptakanlah kedamaian maka kita akan menjadi orang-orang yang berbahagia. Berbahagialah! (LAL)




“Damai bukanlah hidup tanpa persoalan dan kesulitan. Damai tidak hanya sekadar bebas dari setiap kesukaran. Damai berarti pula bagaimana seseorang menikmati segala kebaikan hidup yang berasal dari Tuhan” (LAL)

No comments:

Post a Comment