Monday, September 6, 2010

HIDUPLAH SEIMBANG! Sebuah refleksi dari Amsal 30:7-9

Jika ingin menjadi orang bijak? Ada yang berpendapat, “Membacalah”. Kita juga pasti setuju dengan pendapat ini; karena membaca dapat membantu kita mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui. Sekarang ini, banyak buku yang bagus dan tentu saja memberikan pengetahuan yang bermuara pada kebijaksanaan. Persoalan yang muncul; banyak buku tersedia, tapi keinginan untuk membaca sangat kurang. Pertanyaan bagi kita sebagai orang muda, apakah kita memiliki minat untuk membaca? Jika jawabannya, punya. Baguslah. Jika belum, mulailah untuk membudayakan diri membaca supaya menjadi orang yang bijak. Membaca adalah sumber hikmat, jadi orang yang berhikmat adalah orang yang membaca.
Sekarang, marilah kita meluangkan waktu untuk membaca Amsal 30:7-14. Mengapa? Karena Amsal ini berisi nasihat-nasihat indah yang berasal dari pengalaman orang bijak, ketika menikmati indah dan suramnya kehidupan. Amsal ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan hikmat yang benar bagi orang yang membaca tentunya. Pokok perenungan kita sekarang sangat menarik, jika kebanyakan Amsal diketahui/ dikenal merupakan hasil karya Salomo. Maka pasal 30:7-14 ini berbeda, karena ditulis oleh seseorang yang dikenal bernama Agur bin Yake. Siapa dia? Tidak ada yang mengenalnya. Namun yang pasti dia adalah orang yang bijak, dituakan, mencintai hikmat pengetahuan; tentunya juga membudayakan diri membaca, mengenal Allah sedalam-dalamnya dan sangat baik memahami pribadi seorang manusia.
Menarik ketika membaca pasal 30:7-9 yang menuliskan mengenai permohonan Agur kepada Tuhan. Apa permohonannya? “Jauhkan dari padaku kecurangan dan kebodohan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku”. Dia tidak meminta kekayaan, tapi dia juga; meminta agar dijauhkan dari kemiskinan. Tidak kaya, tidak miskin. Permintaan yang bijak, bukan? Ia, sangat bijak malah. Adakah kita meminta seperti itu? Ada. Memang ada! Tapi, apa susahnya mengucapkan sesuatu? Sangat mudah, bukan? Yang sulit adalah memenuhi sesuatu yang kita ucapkan itu. Contohnya, Mudah berkata “Tahun baru; hati baru, prilaku harus lebih baik dari yang lalu”. Mudah mengucapkanya, tapi prakteknya? Banyak godaan dan tantangan. Tapi bukan berarti tidak bisa. Kembali ke perikop bacaan, Mengapa Agur meminta seperti itu kepada Tuhan? Inilah alasan yang dikemukakannya. Dia takut ketika menjadi kaya; semuanya terpenuhi, sehingga melupakan dan menyangkal Tuhan. Begitu juga sebaliknya; ketika berada dalam keadaan berkekurangan, mencemarkan dan mempermalukan nama Tuhan. Dia sadar bahwa kekayaan seringkali membuat manusia lupa diri; manusia menjadi sombong dan angkuh sehingga melupakan sang penciptanya. Dia sadar juga, jika hidup berkekurangan dapat bermuara pada tindakan yang tidak terpuji. Namun, Agur sebenarnya tidak “bermusuhan” dengan kekayaan; tidak salah menjadi kaya, bahkan itu baik. Tapi janganlah karena kekayaan, manusia kemudian melupakan Tuhan. Ingin menjadi kaya tidaklah salah, Baik malah. Tapi, menjadi kaya banyak godaannya. Begitu juga sebaliknya; Agur juga tidak “membenci” kemiskinan, namun dia takut nantinya kemiskinan menjerumuskannya dalam perbuatan-perbuatan dosa.
Dalam pembacaan ini, Agur menekankan pada keseimbangan dalam menjalani kehidupan. Dia sadar bahwa hidup banyak godaan; menjadi kaya, ada godaan; sombang, angkuh, dll. Begitu juga hidup berkekurangan, ada godaan. Tapi bukan berarti; tidak kaya, tidak miskin, tidak ada godaan, ada! Godaan kan selalu ada. Namun, ketika manusia menekankan pada keseimbangan hidup, maka kebahagiaan hidup akan datang dengan sendirinya. Keseimbangan dalam hidup membuat manusia dapat merasakan kepuasan tersendiri; berkaitan dengan apa yang dimilikinya. Keseimbangan dalam hidup bermuara pada ucapan syukur kepada Tuhan. Bukankah
Kebahagiaan hidup adalah ketika kita mampu berlaku seimbang dalam hidup; yang bermuara pada selalu mensyukuri semua yang kita miliki.
Pembacaan ini, bukan membawa kita sebagai orang muda memusuhi kekayaan, tapi sebaliknya; membantu kita untuk belajar berlaku seimbang. Bukankah dibalik kekayaan yang dimiliki, masih banyak saudara-saudara kita yang hidup berkekurangan. Berlaku seimbang akan membawa kita pada keadaan untuk selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki. Ketika kita selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki, maka kita akan melakukan segala sesuatu yang dikehendaki oleh Tuhan. Apa yang dikehendaki Tuhan? Banyak. Antara lain, Membantu sesama, bersahabat dengan alam, berlaku adil, rajin membaca dan masih banyak lagi. Amin. (FPK)
Ditulis untuk
Buku renungan “obor” pemuda GMIM
edisi Desember 09-Januari10

No comments:

Post a Comment