Thursday, December 23, 2010

NATAL TIBA, SAATNYA BERBELANJA. LUKAS 2:1-7


Natal merupakan Istilah yang tidak asing dalam kehidupan umat percaya. Istilah ini berasal dari bahasa latin yang berarti “lahir”. Istilah ini, awalnya merupakan istilah kafir yang digunakan untuk menunjuk pada hari kelahiran dewa matahari. Pada tahun 336 M setelah kekristenan diakui sebagai agama Negara, istilah natal kemudian dihubungkan dengan kelahiran sang juruslamat dunia, untuk mengantikan kebiasaan menyembah dewa matahari. Maka jadilah, natal yang tadinya adalah istilah untuk memperingati hari kelahiran dewa matahari, menjadi istilah Kristen untuk memperingati hari kelahiran “matahari” kebenaran.
Natal berawal ribuan tahun yang lalu; sesuai dengan kesaksian injil Lukas_waktu itu belum dikenal istilah natal_, tepatnya pada masa kaisar Agustus memerintah kekaisaran Romawi. Ketika itu, Yusuf dan Maria melakukan perjalanan untuk menjalankan kewajiban mereka sebagai warga Negara yang baik; Mereka harus melakukan perjalanan dari Nasaret ke Betlehem untuk mendaftarkan diri sesuai dengan perintah Kaisar. Dalam situasi itulah lahir seorang bayi laki-laki; yang tentu saja sangat lucu, dan mengemaskan. Anak sulung maria dan yusuf, yang ternyata hanya dibungkus dengan lampin dan dibaringkan dalam palungan; karena tidak ada tempat penginapan yang kosong.
Kesaksian injil Lukas ini; menunjukkan pada kita, ternyata kelahiran sang “matahari” kebenaran terkesan sangat menyedihkan. Tidak ada kemewahan, tidak ada tempat tinggal atau penginapan; yang tentu saja tidak ada kasur empuk, dan barang-barang mewah lainnya. Yang ada hanyalah kain lampin, palungan plus kandang. Jelaslah bahwa kelahiran sang bayi tidak dipenuhi dengan kemewahan tapi keprihatinan. Namun dibalik itu; kelahiran-Nya penuh pesan, dan makna yang dalam. Inilah hari kelahiran sang bayi yang sekarang ini kita nantikan, dan rayakan ulang tahun-Nya pada tanggal 25 desember. Inilah kelahiran sang bayi yang menjadi penyelamat manusia berdosa; yang mengangkat manusia dari gelapnya dosa kepada indahnya terang Kristus.
Sekarang, ribuan tahun setelah peristiwa yang dikisahkan dalam injil Lukas; Natal menjadi hari termeriah yang dirayakan oleh orang percaya di seluruh dunia. Terdapat 2 alasan berkaitan dengan realita ini: Alasan yang pertama, Natal disadari sebagai hari kedatangan sang juruslamat dunia; Allah yang turun ke dunia menyelamatkan manusia lewat pengorbanan Kristus di kayu Salib. Alasan kedua, karena natal merupakan waktu liburan, waktu berkumpul dengan keluarga, waktu bersedekah, waktu membuat dan menikmati kue mentega, waktu menikmati makanan yang lesat, waktu untuk menghias rumah dengan pohon natal plastic (ada juga sie yang mengunakan pohon asli); dan waktunya santaclauss bangun dari tidur panjangnya (selama setahun) untuk mengunjungi anak-anak yang manis; dan memberikan hadiah-hadiah yang menarik kepada mereka. Santaclauss datang: Ada anak-anak yang begitu senang dan gembira; eh, ada juga yang menangis karena takutnya. Ada-ada saja cara orang kristen dewasa ini untuk menyemarakkan perayaan natal.
Uniknya, dari kedua alasan di atas, yang paling menarik minat orang Kristen untuk menantikan dan merayakan Natal adalah alasan yang kedua. Mau Bukti? Ketika Natal tiba, Semuanya serba baru: baju baru, mobil baru, tidak salah juga. Tapi, mudah-mudahan hatinya juga baru. Natal tiba, Semua pusat-pusat perbelanjaan dipenuhi oleh manusia yang katanya “merayakan ulang tahun sang bayi yang lahir di Betlehem ribuan tahun yang lalu”. Natal tiba, saatnya berbelanja. Natal tiba, Gedung gereja seolah tidak sanggup untuk menampung anggota jemaat yang ingin datang beribadah, sampai-sampai pelayan khusus mendapat tugas tambahan, yaitu menyediakan tempat duduk ekstra bagi anggota jemaat yang katanya “ingin menghayati makna natal”; ketika natal tiba, semua orang tiba-tiba menjadi ramah. Ketika ditemui dijalanan selalu mengembangkan senyuman dan menunjukkan keramahan; memberi tangan untuk berjabat sambil mengucapkan selamat Natal. Jika ditemui di rumah pastilah tersedia kue mentega, makanan, dan minuman; baik yang biasa maupun yang luar biasa. Natal tiba, setiap rumah Nampak indah dipandang. Dari luar, tampak mengkilap karena dindingnya baru saja dicat. Dalamnya, sangat bersih, malahan ada yang menyempatkan diri untuk membeli perabotan baru. Di sudut rumah terpasang pohon natal lengkap dengan hiasan-hiasannya dan lampu yang kerlap-kerlip. Rumah disulap menjadi indah. tidak salah juga sie, malahan sangat baik. Tapi anehnya, kegiatan dan prilaku seperti ini hanya muncul disaat bulan Desember. Seolah-olah hanya musiman saja.
Jadi, benar, bukan? natal dinantikan dan dirayakan bukan karena sang bayi yang lahir tapi karena keinginan kita untuk berpesta. Bayi yang lahir itu sebenarnya hanya alasan memuaskan keinginan kita untuk memiliki baju baru, pesta kembang api, bingkisan natal, dll. Bayi yang lahir itu, yang seharusnya menjadi pusat penghayatan, hanya menjadi symbol tanpa makna, tanpa kesan, tanpa arti dan tanpa pesan. Natal yang sebenarnya membawa manusia mengingat kembali kasih Allah dalam hidupnya, malahan meneggelamkan manusia dalam hingar bingar pesta. Natal yang sebenarnya menjadi masa perenungan bagi manusia, malahan menjadi masa yang sibuk untuk menyiapkan kue mentega dan makanan yang lesat. Kesunyian dan kesederhanaan natal berubah menjadi pesta pora, kemewahan, dan tidak jarang bermuara pada kekacauan. Natal yang seharusnya dihayati dengan penuh kesederhanaan dan keprihatinan; eh, menjadi suatu perayaan yang mewah. Natal yang sebenarnya harus diperingati dengan cara mengasihi sesama manusia yang membutuhkan; malah menjadi waktu untuk menghabiskan uang demi keperluan pribadi, keluarga dan kelompok. Natal yang sebenarnya adalah waktu merenung akan arti kehidupan; menjadi waktu untuk berpesta dan menghambur-hamburkan uang. Natal sekarang ini, hanya memenuhi kebahagiaan sesaat; tidak lagi memberikan dampak yang baik kepada orang-orang yang merayakannya. Natal sekarang ini, hanya meninggalkan beban dan masalah, bukan damai dan sejahtera.
Sebenarnya jika dipikir-pikir, tidak salah sie merayakan natal dengan pesta. Toh, uang yang digunakan milik kita pribadi. Tapi pernahkan kita bertanya apa yang diinginkan sang bayi? Ataukah kita hanya sibuk dengan keinginan kita sendiri? Sekali lagi tidak salah, tapi aneh saja. Masakan yang berhari ulang tahun harus duduk di pojok sambil memperhatikan kita merayakan ulang tahun-Nya. Masakan sang bayi yang menjadi focus utama perayaan hanya menjadi penonton dan pelengkap saja. Aneh bukan? Tapi inilah realita yang terjadi dalam penghayatan kita. Kita yang katanya “merayakan ulang tahun-Nya” tidak mau tahu dengan apa yang diinginkan oleh Dia yang berhari ulang tahun. Bagi kita yang penting keinginan tercapai, kita pun gembira, puas, plus kantong kita bocor.
Marilah kita merenung sejenak. Pernahkan kesederhanaan dan keprihatinan natal kita rasakan sekarang ini? Pernahkan damai natal membalut relung hati kita? Dan, pernahkan kesunyian natal memberikan inpirasi bagi kita untuk berbagi dengan sesama? melalui perikop pembacaan kita sekarang ini, Sejenak. Kita harus kembali memikirkan makna natal sebenarnya; menyediakan waktu untuk kembali merenungkan mengenai motivasi kita dalam menyambut dan merayakan Natal. Sebenarnya; Natal Bukan terletak pada seberapa wah kita merayakannya, tapi seberapa kuat sang bayi yang lahir dalam kesederhanaan, dan keprihatinan ribuan tahun lalu, menyentuh hati kita. Natal bukan hanya kemewahan, dan kebahagiaan, tapi natal juga adalah kesederhanaan dan keprihatinan. Natal bukan hanya tentang kita; tapi, tentang Dia yang lahir. Natal bukan hanya seberapa bahagia kita; tapi, seberapa bahagia orang lain karena kita.
Akhirnya, Slamat menyambut dan menghayati peristiwa natal. (FPK)

No comments:

Post a Comment