Thursday, December 9, 2010

Cerita Om Alo Part II; Ruang Ibadah



Minggu pagi, seperti pada minggu-minggu sebelumnya, Om Alo dan keluarga pergi menuju rumah gereja untuk beribadah. Ditemani sang istri tercinta, tante Mike, mereka berjalan kaki menuju rumah gereja. Walaupun memiliki mobil, tapi Om Alo lebih memilih berjalan kaki. Bagi Om Alo berjalan kaki bersama dengan jemaat yang lain menuju rumah gereja dalam sebuah rombongan, terasa lebih nikmat, dan nuansa persekutuannya lebih terasa, walaupun belum berada dalam rumah gereja. Memang benar, pagi ini Om Alo dan tante Mike tidak berjalan berdua saja mereka berjalan bergerombol dengan tetangga-tetangga mereka sambil berbincang dan tertawa. Memang, Om Alo merupakan sosok yang dihormati dan dikagumi oleh orang di kampungnya, selain memiliki pendidikan yang tinggi, Om Alo juga dikenal sebagai orang yang sangat baik, suka membantu, terlibat aktif dalam kehidupan bermasyarakat, rajin beribadah dan mengikuti banyak rukun social. Om Alo juga pinter bergaul dan sangat humoris.
            Bagi om Alo berjalan kaki ke rumah gereja hitung-hitung olahraga kata “lebe enak ba jalang deng jemaat ka gereja denk itung-itung skalian olahraga noe”. Ya, begitulah kira-kira kalimat yang diucapkan om Alo ketika seorang tetangganya bertanya mengapa lebih memilih berjalan kaki daripada menggunakan mobil.
15 menit berjalan kaki, akhirnya om alo dan tante mike sampai ke rumah gereja. Seperti biasanya rumah gereja masih agak sunyi, baru diisi oleh orang-orang tua yang duduk manis dalam rumah gereja. Sesuai dengan kebiasaannya om Alo tidak pernah datang terlambat ke rumah gereja. biasanya om Alo dan tante Mike sudah duduk manis dalam gereja setengah jam sebelum ibadah dimulai. “Sangat nikmat berada lama dalam rumah gereja, sambil mendengarkan instrument piano yang melantun indah”, itulah kalimat yang selalu diucapkan om alo ketika berada dalam rumah gereja. Memang oleh jemaat dan mahasiswanya, om Alo dikenal sebagai seorang yang tepat waktu, atau bisa jadi orang yang mendahului waktu. Di kampusnya, om Alo sudah berada di kelas setengah jam sebelum jam kuliah dimulai. Paling-paling setengah jam itu diisi dengan membaca buku, dan mempersiapkan materi perkuliahan. Jika ada mahasiswa yang ingin berkonsultasi dan berdiskusi, om alo selalu melayani dengan ramah. Hal inilah yang menyebabkan banyak mahasiswa sangat menyukai dan sekaligus sangat menghormati om Alo. Bagi mahasiswanya, om Alo adalah sosok seorang bapak yang pintar, humoris dan bersahabat. Dikenal tidak pernah marah dan wajahnya selalu dihiasi senyuman ceria.
15 menit setelah duduk dalam rumah ibadah, bangku-bangku yang tadinya kosong mulai terisi dengan anggota jemaat yang datang beribadah. Seperti biasanya om Alo dan tante Mike selalu mengambil tempat duduk dideretan tengah sebelah kanan. Dari tempatnya duduk, sangat jelas pemain piano dan pemandu lagu sedang mempersiapkan nyanyian dalam ibadah. Mimbar gerejapun terlihat sangat jelas. Diatas mimbar itu terdapat relief Tuhan Yesus yang sedang terangkat ke surga. Samping kiri dan kanan relief itu terpampang tema dan sub tema GMIM; Tempat om Alo berjemaat. Samping kiri dan kanan mimbar terdapat deretan tempat duduk untuk para pelayan khusus. Terdapat meja besar di depan mimbar yang sebenarnya sangat merusak pemandangan dan menutupi mimbar. Terdapat juga bunga plastic yang menjadi penghias ruangan. dalam hati om Alo berkata “ruangan yang terkesan kering, tidak ada symbol-simbol yang mencolok untuk mencerminkan kewibawaan ibadah”. Terkesan seperti ruang pertemuan biasa dan tidak ada yang special. Nampak deretan tempat duduk jemaat yang terlihat sangat harmonis dan sangat baik. Bangku yang kelihatannya memang dirancang untuk keperluan ibadah dalam gereja. terlihat oleh om Alo 3 buah tempat persembahan yang berada di depan mimbar. Samping kiri dan kanan gereja terdapat pintu keluar yang besarnya sama dengan pintu masuk utama di depan. kembali om alo berkata dalam hati “apakah ketika gereja ini dibangun tidak dibahas mengenai makna teologisnya, symbol-simbol teologisnya” jelas suasana gereja ini sangat “kering”.
Ketika om Alo memperhatikan detail-detail ruangan ibadah teringatlah dia akan sebuah percakapan ringan dengan seorang mahasiswanya berkaitan dengan penataan ruangan ibadah.
Sang mahasiswa          Mner, ketika hari minggu tiba, arus manusia dengan pakaian rapi berbondong-bondong menuju sebuah bangunan besar di kampungnya. Dewasa ini, di daerah kita ini, banyak bangunan besar seperti itu dengan “label” yang berbeda-beda; yang dikenal dengan sebutan rumah gereja. Ketika ditanya kepada mereka, mengapa berbondong-bondong ke gereja? Jawabannya hanya satu, beribadah. Tidak peduli apa motivasi mereka yang pasti mereka datang untuk beribadah; yang penting datang beribadah.  Yup, benar ibadah jemaat dalam gedung Gereja merupakan kegiatan yang selalu dilakukan jemaat guna membangun hubungan yang baik dengan Allah, itu sie bahasa teologisnya. Mudah-mudahan bukan sebagai pelarian semata, guna menunjukkan kealimannya sebagai manusia dalam jemaat.  
Om Alo                       Hahaha… memang sebuah pemikiran yang khas dari seorang mahasiswa. Motivasi untuk beribadah tergantung dari masing-masing pribadi yang datang ke rumah Tuhan. namun, anda harus ingat bahwa setiap orang yang datang beribadah pasti memiliki motivasi yang baik untuk bertemu Tuhan. Manusia merasa perlu untuk bertemu dengan Tuhan. Agar motivasinya menjadi lebih baik, ibadah dan ruangan ibadah haruslah ditata dengan baik. Ruangan ibadah haruslah membawa kenyamanan bagi anggota jemaatnya. Ibadah jemaat haruslah mengangkat beban jemaat bukan menambah beban jemaat.
 Mahasiswa                 Jadi, penataan ruang ibadah berpengaruh bagi kenyamanan jemaat?
Om Alo                       Yup, benar. Ketika seseorang merasa nyaman, sudah barang tentu dia akan beribadah dengan kusuk. Memang, seringkali sebagai manusia kita merasa tidak nyaman ketika berada dalam rungan ibadah; baik yang disebabkan karena diri sendiri maupun oleh tata ruangannya. Saya tidak akan mengurai mengenai ketidaknyamanan yang disebabkan oleh diri sendiri, misalkan memakai baju yang tidak nyaman atau gelisah memikirkan pintu rumah, dikunci atau tidak. Colokan strika sudah dicabut atau tidak. Tapi saya ingin mengurai mengenai kenyamanan ruang ibadah. Ingatlah bahwa, Ibadah jemaat adalah Ruang Liturgi, di mana Allah masuk dalam ruang manusia. Maksudnya, manusia bisa menjumpai Allah lewat simbol simbol dalam ibadah. Lebih mudahnya lagi, Allah menjumpai manusia dalam ibadah. Manusia bertemu dengan Allah dalam ibadah. Contoh jika kita ingin bertemu bupati atau gubernur tentu kita harus bertamu ke kantor bupati ataupun gubernur dengan melewati berbagai macam aturan/ protokoler. Isi buku tamu, dan tentu saja harus rapi dan dengan sikap yang penuh hormat. Nah, jika mau bertemu Allah, datang saja ke gereja dalam ibadah. Hanya difokuskan pada ibadah gereja. tidak perlu mengisi buku tamu dan segala macam aturan yang berbelit-belit; yang dibutuhkan hanya hati yang tulus dan murni. Nah, karena symbol yang ada mewakili kehadiran Allah; yang berdampak pada rasa ingin bertemu dan kecintaan terhadap Allah, maka Simbol-simbol yang digunakan haruslah mencerminkan tindakan Allah yang datang menemui manusia. Yang dibutuhkan adalah penataan dan pengaturan yang baik terhadap symbol-simbol itu. Ingat loe, rasa tulus dan murni dari hati manusia yang ingin beribadah kepada Tuhan, dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dalam ruang ibadah itu. Bagaimana manusia akan merasa nyaman beribadah jika ruang ibadahnya amburadul. Tidak mungkin rungan bupati dan Gubenur tidak tertata dengan rapi, bukan? Ruang kerja menunjukkan kewibawaan seseorang. Ruang ibadah menunjukkan kewibawaan Allah, oleh sebab itu ruangan ibadah haruslah ditata dan diatur dengan baik.  Jelaslah, ibadah jemaat berkaitan dengan Tata Ruang. Tata ruang berkaitan dengan kenyamanan beribadah. Kenyaman beribadah mencerminkan persekutuan yang indah dengan Tuhan. Pengaturan tempat ibadah yang baik, bersih, nyaman dan indah akan membawa jemaat lebih menghayati dan merasakan kehadiran Allah. Tata ruang mempengaruhi kekusukkan jemaat dalam beribadah. Tata ruang yang baik, nyaman, dan indah yaitu memperhatikan keindahan, kebersihan serta ketertiban ruangan ibadah, memperhatikan kemudahan untuk mengatur ruangan ibadah (fleksibel), simpel atau sederhana namun menarik. Kegunaan atau makna teologis semua perabotan yang ada dalam ruangan ibadah (perabotan merupakan sebuah simbol yang dapat mengantar jemaat untuk menghayati persekutuan dengan Tuhan) selalu diperhatikan, serta ruang ibadah harus mewujudkan rasa kedekatan antar jemaat.
Tata ruang juga berkaitan dengan simbol-simbol yang membantu jemaat untuk bisa menghayati pertemuan dengan Tuhan. Warna simbol yang digunakan dalam penataan ruangan hendaknya juga selalu diperhatikan. Hendaknya hiasan-hiasan yang digunakan mengikuti tahun-tahun gereja. Tata ruang merupakan tugas bersama seluruh anggota jemaat. Namun sesuai dengan porsi masing masing. Contohnya, jika berkaitan dengan teknis pembuatan bangunan gereja, tentu saja diserahkan pada arsitek bangunan. Namun, ketika berkaitan dengan hal-hal teologis maka seorang Pendeta memegang peranan yang penting. Begitu juga dalam pengaturan tata ruang; waktu ibadah jemaat, seorang pendeta memegang peranan penting untuk memberikan pengetahuan kepada jemaat mengenai pentingnya penataan ruangan agar terlihat indah, nyaman dan rapi. Hal ini bertujuan, supaya kekusukkan dalam beribadah dapat terjadi. Intinya, ruangan ibadah harus diatur dan ditata dengan baik.   
Lonceng yang dibunyikan 3 kali menandakan bahwa ibadah minggu pagi itu akan dimulai. Om Alo terbangun dari ingatannya saat di kampus. Jemaat diundang berdiri, dan menyanyi “….” Nampak pelayan khusus masuk dalam prosesinya.
Bersambung

No comments:

Post a Comment