Thursday, December 30, 2010

DI BALIK PENGANIAYAAN, ADA KEBAHAGIAAN (Matius 5:10)

Banyak orang mungkin sering bertanya, bagaimana kehidupan yang berbahagiaitu? Ketika kita tanyakan kepada seorang pemain sepak bola profesional, dia pasti akan menjawab ketika mencetak gol, dan timnya memenangkan suatu pertandingan besar. Bagaimana dengan jawaban seorang mahasiswa? Mungkin dia akan menjawab ketika lulus ujian dan menjadi seorang sarjana. Lalu ketika ditanyakan pada seorang ibu, bisa jadi dia akan menjawab ketika melihat anak-anaknya sukses dalam hidup. Jawaban-jawaban ini mengaitkan kehidupan yang berbahagia dengan situasi yang dialami. Keadaan yang menyenangkan, bersukacita, beruntung, perasaan senang, tenteram, bebas dari segala yang menyusahkan bermuara pada kebahagiaan seseorang. Kebahagiaan sesaat.
Yesus berkata, ”berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”. Dianiaya? Dianiaya adalah suatu keadaan yang bertolak belakang dengan keadaaan bahagia. Bagaimana mungkin orang yang dianiaya dapat berbahagia? Apakah keadaan dianiaya bisa dikatakan “kehidupan yang berbahagia”? tidak mungkin-lah! Ucapan yang sangat aneh. Masakan berbahagia sedangkan berada dalam suatu keadaan dianiaya. “Kehidupan yang berbahagia” berhubungan dengan kehidupan yang menyenangkan. Oleh sebab itu, sangat aneh jika seseorang yang berada dalam pergumulan dan penganiayaan kemudian dikatakan berbahagia. Menurut Nietzsche (itu loh, seorang filsuf yang terkenal dengan konsepnya mengenai “manusia super”), kekuasaan, keunggulan, kegagahan dan kecemerlangan adalah kebahagiaan. Jadi sangat aneh baginya mengenai konsep kebahagiaan dalam penganiayaan walaupun karena kebenaran sekalipun. 
Ucapan yang aneh memang kalau diteropong dari sudut pandang dunia. Tapi marilah kita mencari tahu maksud ucapan Yesus ini. Dalam ucapan ini Yesus berkata “…oleh sebab kebenaran”. Pada zaman Yesus hidup dahulu orang-orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran adalah orang-orang yang dikasihi Allah. Mari kita membaca kesaksian 1 Petrus 3:14, “tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia…”. Dikasihi Allah karena berada dalam kebenaran, berada pada jalan hidup yang benar sesuai dengan kehendak Tuhan, yang secara otomatis menjauhi tindakan-tindakan yang tidak berkenan di hadapan Allah. Namun sikap dunia seringkali tidak bersahabat terhadap orang-orang yang berpegang pada kebenaran sehingga melakukan segala hal untuk memusnahkan kebenaran. Orang benar cenderung dimusuhi oleh dunia sehingga banyak orang tidak mau menjadi orang benar karena tidak mau menderita di dalam dunia.
Alasan berikutnya, kita harus menyentil ayat 11 dalam ucapan bahagia. Yesus berkata “...karena Aku”. Berbahagialah setiap orang yang dianiaya karena iman kepercayaannya yang teguh. Mengikut Yesus, walaupun berada dalam penderitaan dan pergumulan kehidupan. Kehidupan yang berbahagia ternyata bukan hanya suatu keadaan yang menyenangkan tetapi bagi Yesus, “kehidupan yang berbahagia” adalah kehidupan dalam kebenaran sehingga selalu hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.
Menjadi pengikut Kristus bukan berarti kita akan berada dalam kehidupan yang menyenangkan; semua yang kita harapkan tercapai dan semua yang kita inginkan terpenuhi. Yesus tidak menjanjikan kehidupan indah bagi pengikut-Nya di dalam dunia. Yesus sendiri mencontohkan mengenai penderitaan ketika berpegang pada kebenaran. Yesus yang tanpa dosa harus mati, bahkan dengan cara disalibkan. Perlu diketahui, hukuman salib merupakan hukuman yang diberikan kepada penjahat-penjahat kelas berat. Namun dengan kematian-Nya di kayu salib semua manusia diselamatkan dari dosa.
Pergumulan juga dialami oleh umat percaya pada abad mula-mula. Banyak penganiayaan yang mereka hadapi ketika harus mempertahankan iman kepercayaan; mereka dianiaya dengan cara-cara yang sangat keji. Namun toh, kekristenan malah semakin meluas dan nama Tuhan semakin ditinggikan. Semakin dibabat, eh, malah semakin merambat. Jelaslah bahwa orang yang hidup dalam kebenaran pasti memperoleh tuntunan Allah. Dunia memang memusuhi orang benar tapi Tuhan mengasihi orang benar. Jadi, mana yang kita pilih: bersahabat dengan dunia atau bersahabat dengan Allah? Bersahabat dengan Allah tentunya! Bagus. Tapi bersahabat dengan Allah ada konsekuensinya. Menderita!
Marilah kita menghayal sedikit – dikit-dikit menghayal itu perlu juga­ – Bagaimana jadinya kepercayaan kita jika Yesus tidak menderita dan mati? Apakah Dia akan bangkit ? Jika itu terjadi, maka kata Paulus, sia-sialah pemberitaannya dan kepercayaan kita, “tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu”. Dan Bagaimana jadinya jika gereja mula-mula tidak menderita melainkan hidup dalam banyak kenyamanan dunia? Apakah kekristenan kita akan seperti sekarang ini ataukah sudah mati?
Setiap umat percaya di dalam dunia tidak akan luput dari masalah, kesukaran dan penghambatan. Itulah yang harus dijalani, janganlah lari atau menghindar karena semakin kita menghindar, cepat atau lambat pasti akan kita jalani. Hadapilah dan berusahalah untuk mengatasinya sesuai dengan kehendak Tuhan, artinya berpegang pada kebenaran. 
Kebahagiaan yang dirasakan karena suatu keadaan yang berbahagia bisa jadi merupakan kebahagiaan yang lekang oleh waktu; seperti pelangi sehabis hujan yang hanya akan menunjukkan keindahannya dalam waktu singkat kemudian hilang atau seperti kupu-kupu yang sangat indah namun hanya berumur sehari. Kebahagiaan seperti ini selalu di bayang-bayangi oleh pergumulan dan tantangan kehidupan. Maksudnya, dibalik indahnya kebahagiaan karena umur panjang terdapat pahitnya kehidupan untuk mengejar cita dan harapan. Dibalik manisnya cinta terdapat sakitnya putus cinta. Maksud saya, bisa jadi kebahagiaan dalam dunia adalah awal pergumulan dari manusia. kebahagiaan ketika lulus kuliah menjadi sarjana merupakan awal dari pergumulan mencari pekerjaan, bergumul dengan kesibukan untuk mempersiapkan masa depan. Kebahagiaan karena kelahiran anak yang pertama adalah awal dari pergumulan untuk mendidik dan merawat sang anak untuk menjadi lebih baik. Kebahagiaan hanyalah bumbu dalam kehidupan manusia. Kebahagiaan itu datang lalu kembali pergi meninggalkan kita dengan pergumulan hidup yang baru. Jelaslah semua manusia selalu berada dalam penderitaan dan pergumulan, tidak bisa lari, menghindar atau bersembunyi! Kesimpulannya, orang yang bergumul adalah orang yang berbahagia, terlebih mereka yang bergumul karena kebenaran. Berarti ucapan Yesus “berbahagialah orang yang dianiaya sebab kebenaran” benar, bukan?
Akhirnya, kehidupan yang berbahagia adalah kehidupan yang berpegang dalam kebenaran dan selalu melaksanakan kehendak Tuhan dengan hati yang tulus ketika berada dalam pergumulan dan tantangan kehidupan.
FPK
Diterbitkan dalam makari05; 24 renungan tentang kebahagiaan
2009
            

No comments:

Post a Comment