Thursday, December 30, 2010

DESEMBER; CURAHAN HATi SEORANG HAMBA

Suatu sore, di pelataran rumah sederhana, tua dan hampir roboh. Duduklah seorang pria dengan segelas kopi terhidang dihadapannya. Sore yang dingin, berangin, dan mendung; bersiap untuk hujan. Sosok pria yang tampak sangat capek, tidak bersemangat, dan mungkin sedang sakit. “Bulan Desember kembali menyentuh tanggal 25. Natal kembali menyapa. Dan, tanpa terasa bulan Desember segera berakhir. Huff… Bulan yang sangat melelahkan” itulah kalimat yang terucap pelan dari bibirnya.
Pikiran pria itu pun melayang. Dia mengingat kembali masa pelayanan di awal bulan Desember. Ketika ibadah-ibadah pohon terang banyak dilakukan; Baik BIPRA, kolom, rukun sosial, gebed, P/Remaja rayon, dan pohon terang lainnya. Ketika undangan ibadah pohon terang tidak pernah berhenti berdatangan setiap harinya. Dan, Jadwal memimpin ibadah pohon terang, tidak ada habisnya. Jadwal yang masih diperpadat dengan memimpin ibadah HUT jemaat, ibadah minggu, dan syukuran keluarga.
Hati pria itu berkeluh dan mulai berkisah:
Bulan Desember; Benar-benar sangat melelahkan dan bisa jadi menyedihkan hati. Mengapa tidak? Di bulan Desember, aq tidak memiliki waktu untuk mengurus atau memanjakan diri; apalagi menyediakan waktu untuk bersantai dengan keluarga. Di bulan Desember, Anak-anakku sering bertanya, “mengapa papa sangat sibuk? Kapan ada waktu dengan kami?” apa yang harus ku jawab. Haruskah aq mempersalahkan pelayanan ini. Panggilan yang telah aq terima dengan segenap hati, beberapa tahun yang lalu. Sungguh, seringkali aq merasa jenuh dengan keadaaan ini. Bukankah Aku juga hanya seorang manusia biasa yang membutuhkan waktu untuk bersantai; Memanjakan diri, dan membahagiakan keluargaku. Jujur, aq merindukan masa-masa dimana dapat keluar dari rutinitas pelayanan ini. Apakah aq harus mempersalahkan jalan hidup yang sudah kupilih ini? Bukankah dulu, aq telah diberikan banyak jalan/ kesempatan oleh-Nya untuk memilih dan menentukan masa depanku. Memiliki kesempatan untuk menjadi PNS, pengusaha, petani, dan anggota dewan. Toh, aq mengesampingkan semua kesempatan itu, dan tetap teguh memilih dan menerima tugas panggilan ini; tentu dengan segala konsekuensi yang harus ku jalani.  Oh, Desember… Bagi sebagian orang menjadi hari yang mengembirakan; karena dapat berkumpul dengan keluarga, berbagi pengalaman dengan sesama, merayakan natal, dan keluar dari rutinitas pekerjaan. Tapi bagiku, merupakan Desember kelabu. Justru di bulan inilah jadwal pelayananku menjadi lebih padat, dan aq menjadi seorang yang super sibuk. Tidak ada waktu untuk bersantai, dan berbagi dengan keluarga.
Teringat masa-masa diawal bulan desember ini. Pagi-pagi benar aku harus mempersiapkan diri melakukan perkunjungan, dan ibadah HUT; jika diminta keluarga/ Pelsus supaya dilakukan perkunjungan pada pagi hari. Dan Biasanya, di bulan Desember ini permintaan pelayanan HUT kebanyakkan pagi hari. sudah tentu, Aq harus kehilangan waktu berharga dengan keluarga. Aq Harus keluar rumah sebelum anak-anak terbangun dari tidur mereka, dan baru kembali ketika matahari sudah meninggi. Aq tidak memiliki waktu untuk sekedar berucap selamat pagi; ketika mereka terbangun dari mimpi indah mereka. Sebelum anak-anak libur sekolah dahulu, aku baru kembali ketika anak-anak sudah berangkat sekolah. Sungguh terbayang bagaimana sedihnya anak-anakku ketika bangun dan ke sekolah, ketika sang ayah tidak menyambut dan mengantar mereka. Aq tidak memiliki kuasa untuk mengantar anak-anakku bersekolah, bahkan hanya sekedar memberikan wejangan, Atau nasihat singkat untuk berhati-hati, baik dijalan maupun disekolah. Aku sedih, namun sungguh, aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Sesampainya dirumah dari pelayanan HUT, Aku hanya memiliki waktu sejenak untuk beristirahat. Sekedar untuk merenggangkan otot kaki, atau memanjakan mata dengan menonton sesuatu, atau mengisi perut atau pun membersihkan tubuh dengan mandi. Untunglah aq dianugerahi seorang istri yang pengertian, baik dan tentu saja cantik. Sebelum dia berangkat kantor, dia telah menyiapkan makan pagi bagiku. Tertutup rapat di meja makan lengkap dengan perlengkapan makannya. Aku sangat bersyukur memiliki istri sepertinya. Dia tidak pernah komplain dengan pelayananku yang sangat padat ini. Terkadang dia mau menjadi teman curhatku sebelum tidur. Sungguh seorang wanita yang pengertian.
Di bulan Desember ini, Sangat jarang/ atau bahkan memang tidak pernah, kami sekeluarga duduk bersama di meja makan ini untuk makan bersama, saling menanyakan kabar, dan bercanda satu dengan yang lain. Aku seringkali harus “smocol” pagi jika matahari sudah diatas kepala. Ketika istri dan anak-anakku sudah memulai aktivitas mereka. Sekarang ini pun aku harus ditemani kursi kosong ketika menikmati makanan lesat buatan istriku tercinta. Selesai makan, biasanya aku sudah harus bergelut dengan buku-buku tafsiran, renungan dan tentu saja Alkitab. Aku harus mempersiapkan khotbah untuk memimpin ibadah pohon terang, atau menyiapkan khotbah HUT dan tentu saja ibadah minggu berjalan. Belum lagi aku harus menyiapkan liturgi pada ibadah pohon terang dan ibadah minggu. Bahkan, sering terjadi, aq lupa untuk makan siang. Ada kalanya makan siang nanti terpikirkan ketika ditanyakan oleh istriku ketika dia pulang kantor pada pukul 4 sore. Waktu makanku memang tidak teratur; kadang jika teringat dan perutku tidak mau berkompromi dan otakku sudah memang benar-benar “blank”; baru aku beranjak dari meja tulisku menuju meja makan, tepat jam 12 siang. Ada kalanya lewat sedikit, tapi tidak lewat dari pukul 1 siang. Tapi, jika aku terbuai dengan khotbah yang ku susun, tentu perutku harus bersabar dan berkompromi dengan keinginan hatiku. Jadilah Aku makan siang pada pukul 4 sore; itu pun setelah diingatkan oleh istriku.
Pukul 5, aq sudah harus bersiap untuk pelayanan ibadah pohon terang. Aku hanya mempunyai sedikit waktu untuk beristirahat. Jam 6, ibadah pohon terang sudah dimulai. Belum lagi Ibadahnya selesai, HP ku sudah puluhan kali bergetar. Tentu aku sudah mengetahui maksudnya, “apakah ibadahnya sudah selesai? Kami sudah banyak terkumpul dan sudah siap untuk beribadah.” Itulah kalimat yang keluar dari HP saat kuangkat. Terpaksa, Selesai ibadah, aq sudah harus cepat-cepat bergegas untuk pindah ke tempat lain. Dan sama; memimpin ibadah natal.  Aq tidak memiliki waktu untuk sekedar bercerita dan mencicipi hidangan natal yang disiapkan jemaatq. Aku yakin; tentu mereka sedih karena aq tidak tinggal lebih lama, tapi aq sangat yakin mereka memaklumiakan hal ini. Aq berpikir, sebagai seorang pelayan aku melalaikan percakapan dengan jemaat yang sebenarnya sangat berguna untuk mengetahui permasalahan dan pergumulan mereka.
Hampir setiap hari di bulan Desember, aktivitasku seperti ini. Aku baru bisa menginjakkkan kaki di rumah tinggalku, namun kepunyaan jemaat; ketika anak-anakku sudah kembali pulas tertidur, beristirahat dan terbuai dalam mimpi indahnya. Aku hanya bisa menatap meraka, sambil berkata “selamat Tidur”. “Sungguh, ayah sangat sayang kepada kalian”. Aku bersyukur karena selalu ada sosok wanita berparas cantik yang selalu menunggu kepulanganku Bahkan, dia selalu menghibur dan rela mendengarkan kisah pelayananku. Dialah istriku.
Teng… Teng… Teng… Teng… Teng…
Jam dinding pada ruang tamu rumahku berbunyi 5 kali. Sudah pukul 5 sore ternyata. Tanda bagiku untuk segera bersiap-siap melakukan pelayan perkunjungan HUT. Kebetulan hari ini DIA yang ber-Hari Ulang Tahun meminta pelayanan perkunjungan dilakukan pada malam. “Ada yang KITA persiapkan for mo kase pa pelayan yang sangat rajin, jadi bekink malam jo”. itulah kalimat yang diucapkan oleh SANG OPA yang pada hari ini berulang Tahun. Aq tidak tahu apa maksud perkataan-Nya, dan aq pun tidak memikirkannya. Aq sudah sangat puas dengan berbagai macam bingkisan natal yang dihadiahkan jemaat padaku. Ups… Aq harus segera bersiap, ibadah-ibadah Pohon terang memang telah usai tapi karya pelayanan masih terus berjalan.
Hawa dingin masih sangat terasa, hujan pun sudah mulai turun dengan sangat derasnya. Terdengar pelan sebuah doa dari bibir sosok pria itu; “Oh, Tuhan. Kuatkanlah aq agar bisa menunaikan Tugas panggilan ini dengan baik. Pilihanku untuk menjadi pelayan-Mu tentu memiliki konsekuensi; kehilangan waktu berharga dengan keluarga. Tapi inilah pilihanku. Mampukan aq untuk menuntaskan pilihanku ini, sampai ajalku menjemput. Satu yang kuminta pada-Mu. Temanilah anak-anak dan istriku, buatlah mereka mengerti pelayananku ini”. Sosok pria itu segera menghabiskan Kopi yang terhidang dihadapannya, dan dengan langkah yang berat, sosok pria itu masuk ke dalam rumahnya; rumah sederhana, tua, dan hampir roboh.



2,28,12,201017181987

No comments:

Post a Comment