“Berbahagialah orang yang dianiaya oleh
sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya kerajaan sorga” Matius 5:10
KEBAHAGIAAN DI
BALIK PENGANIAYAAN
By. Frany P
Kuron
Banyak orang
mungkin sering bertanya, bagaimana “kehidupan
yang berbahagia” itu? Ketika kita
tanyakan kepada seorang pemain sepak bola profesional, dia pasti akan menjawab
ketika mencetak gol, dan timnya memenangkan suatu pertandingan besar. Bagaimana
dengan jawaban seorang mahasiswa? Dia akan menjawab ketika lulus ujian dan
menjadi seorang sarjana. Lalu ketika ditanyakan pada seorang ibu, bisa jadi dia
akan menjawab ketika melihat anak-anaknya sukses dalam hidup. Jawaban-jawaban
ini mengaitkan kehidupan yang berbahagia
dengan situasi yang dialami. Keadaan yang menyenangkan, bersukacita, beruntung,
perasaan senang, tenteram, bebas dari segala yang menyusahkan bermuara pada
kebahagiaan seseorang.
Yesus berkata,
”berbahagialah orang yang dianiaya oleh
sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Dianiaya adalah
suatu keadaan yang bertolak belakang dengan keadaaan bahagia. Bagaimana mungkin
orang yang dianiaya dapat berbahagia? Apakah keadaan dianiaya bisa dikatakan
“kehidupan yang berbahagia”? tidak mungkin-lah!
Ucapan yang sangat aneh. Masakan
berbahagia padahal berada dalam keadaan dianiaya.
Ucapan yang aneh
memang; kalau diteropong dari sudut pandang dunia. Tapi marilah kita mencari
tahu maksud ucapan Yesus ini. Pada zaman dahulu; orang-orang yang dianiaya oleh
sebab kebenaran adalah orang-orang yang dikasihi Allah. Mari kita membaca
kesaksian 1 Petrus 3:14, “tetapi
sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia…”.
Dikasihi Allah karena berada dalam kebenaran; berada pada jalan hidup yang
benar sesuai dengan kehendak Tuhan. Namun, sikap dunia seringkali tidak
bersahabat terhadap orang-orang yang berpegang pada kebenaran. Orang benar
cenderung dimusuhi oleh dunia; sehingga banyak orang tidak mau menjadi orang
benar karena tidak mau menderita di dalam dunia.
Yesus sendiri
mencontohkan mengenai penderitaan ketika berpegang pada kebenaran. Yesus yang
tanpa dosa harus mati; bahkan dengan cara disalibkan. Hukuman salib merupakan
hukuman yang diberikan kepada penjahat-penjahat kelas berat pada zaman itu. Contoh
lain; pergumulan yang dialami oleh umat percaya pada abad mula-mula. Banyak
penganiayaan yang mereka hadapi ketika harus mempertahankan iman kepercayaan
dan berusaha hidup dalam kebenaran. Namun toh,
kekristenan malah semakin meluas dan nama Tuhan semakin ditinggikan. Semakin dibabat,
eh, malah semakin merambat.
Jelaslah bahwa
orang yang hidup dalam kebenaran pasti memperoleh tuntunan Allah. Dunia memang
memusuhi orang benar tapi Tuhan mengasihi orang benar. Jadi, mana yang kita
pilih: bersahabat dengan dunia atau bersahabat dengan Allah? Bersahabat dengan
Allah tentunya! Bagus. Tapi bersahabat dengan Allah ada harganya, Menderita!
Marilah kita
merenung sejenak. Bagaimana jadinya kepercayaan kita jika Yesus tidak menderita
dan mati? Apakah Dia akan bangkit? Jika itu terjadi, maka kata Paulus,
sia-sialah pemberitaannya dan kepercayaan kita, “tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah
pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu”. Dan Bagaimana
jadinya jika gereja mula-mula tidak menderita melainkan hidup dalam banyak
kenyamanan dunia? Apakah kekristenan kita akan seperti sekarang ini ataukah
sudah mati?
Kebahagiaan yang
dirasakan karena suatu keadaan yang berbahagia bisa jadi merupakan kebahagiaan
yang lekang oleh waktu; seperti pelangi sehabis hujan yang hanya akan
menunjukkan keindahannya dalam waktu singkat kemudian hilang. Kebahagiaan
seperti ini selalu dibayang-bayangi oleh pergumulan dan tantangan kehidupan.
Maksudnya, dibalik indahnya kebahagiaan karena umur panjang terdapat pahitnya
kehidupan untuk mengejar cita dan harapan. Dibalik manisnya cinta terdapat
sakitnya putus cinta. Maksud saya, bisa jadi kebahagiaan dalam dunia adalah
awal pergumulan dari manusia. kebahagiaan ketika lulus kuliah menjadi sarjana
merupakan awal dari pergumulan mencari pekerjaan, bergumul dengan kesibukan
untuk mempersiapkan masa depan. Kebahagiaan karena kelahiran anak yang pertama
adalah awal dari pergumulan untuk mendidik dan merawat sang anak untuk menjadi
lebih baik. Kebahagiaan hanyalah bumbu dalam kehidupan manusia. Kebahagiaan itu
datang lalu kembali pergi meninggalkan kita dengan pergumulan hidup yang baru.
Jelaslah semua manusia selalu berada dalam penderitaan dan pergumulan, tidak bisa
lari, menghindar atau bersembunyi!
Akhirnya,
kehidupan yang berbahagia adalah kehidupan yang berpegang dalam kebenaran dan
selalu melaksanakan kehendak Tuhan dengan hati yang tulus walaupun berada dalam
pergumulan dan tantangan kehidupan. (FPK)
“Orang benar
cenderung dimusuhi dunia; sehingga
banyak orang tidak mau menjadi orang benar karena tidak mau menderita di dalam
dunia” (FPK)
No comments:
Post a Comment