(Filipi 1:3-11)
ucapan syukur dan doa
ucapan syukur dan doa
(3)
Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu.
(4)
dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu berdoa dengan sukacita.
(5)
aku mengucap syukur kepada Allahku karena persekutuanmu dalam berita injil
mulai hari pertama sampai sekarang ini.
(6)
akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik
di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus
Yesus.
(7)
memang sudahlah sepatutnya aku berpikir demikian akan kamu semua, sebab kamu
ada di dalam hatiku, oleh karena kamu semua turut mendapat bagian dalam kasih
karunia yang diberikan kepadaku, baik pada waktu aku dipenjarakan, maupun pada
waktu aku membela dan meneguhkan berita injil.
(8)
sebab Allah adalah saksiku betapa aku dengan kasih mesra Kristus Yesus
merindukan kamu sekalian.
(9)
dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar
dalam segala macam pengertian,
(10)
sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat
menjelang hari Kristus,
(11)
penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan
dan memuji Allah.
KEBAHAGIAAN DARI BALIK JERUJI BESI
By. Leidy asterina Lontaan
Apa kira-kira yang mengingatkan kita
pada seseorang? Biasanya hanya ada dua jawaban untuk pertanyaan ini. Kalau
bukan karena kebaikan dan jasa-jasanya, pasti karena keburukkan dan perbuatan
jahatnya. Orang-orang yang berdiri di deretan antara yang baik dengan yang
jahat umumnya tidak berkesan bagi kita. Merekalah orang-orang biasa. Kita
bingung bagaimana caranya untuk tetap mengingat mereka. Coba tanyakan pada pak
guru dan bu guru, siapa yang terkenal di sekolah? Jawabannya pasti yang paling
pintar dan yang paling dungu; yang paling alim dan yang paling badung; yang
paling cantik dan ganteng serta yang dianggap jelek. Nah, yang terakhir ini
harus hati-hati dibicarakan. Tidak ada orang yang senang dianggap jelek. Dan
ini memang harus jauh-jauh disingkirkan dari kamus hidup orang Kristen. Kita
ini segambar dan serupa dengan Allah lho.
Siapa yang berani mengatakan kita jelek, berhadapan dulu dengan Yang
menciptakan kita.
Surat Paulus kepada jemaat di Filipi
memberi nuansa baru kepada kita; baik kita yang terbiasa hidup dalam segala
kemudahan maupun kita yang senantiasa bergumul dengan aneka persoalan hidup. Di
satu sisi nampak jelas bagaimana sukacita yang dirasakan Paulus; suatu
kegembiraan yang tiada tara ketika mengingat dan mengenang keteguhan iman yang
telah ditunjukkan oleh jemaat Filipi. Berkali-kali ia mengungkapkan sukacita, harapan
dan kerinduannya untuk bertemu dengan jemaat tersebut. Ia bangga menyaksikan
iman jemaat yang tetap terpelihara dan terus bertumbuh dari waktu ke waktu.
Jemaat Filipi rupanya mempunyai
hubungan emosional yang sangat kuat dengan Paulus. Ada sesuatu yang istimewa
dari jemaat Filipi ini sehingga hanya dari jemaat inilah Paulus mau menerima
bantuan (4:15, 16). Betapa bangganya Paulus dengan persekutuan jemaat di Filipi
ini dan betapa berkesannya jemaat ini bagi Paulus sehingga begitu besar pula
kerinduannya untuk bertemu muka dengan mereka. Saya coba membayangkan bahwa
Paulus waktu itu tersenyum sambil menangis terharu. Alangkah indahnya
persekutuan hidup yang saling mengingat, saling mengenang, saling mendoakan dan
saling merindu, seperti antara Paulus dengan jemaat Filipi ini. Kuncinya hanya
satu, baik Paulus maupun jemaat Filipi masing-masing menyimpan kesan yang
mendalam satu sama lain.
Di mana pun kita pergi dan berada,
kita meninggalkan kesan bagi orang-orang yang kita temui, demikian sebaliknya.
Karena itu betapa pentingnya meninggalkan kesan yang baik bagi orang lain
karena kesan yang kita tinggalkan itu akan membekas dalam kehidupan seseorang.
Suatu saat jika orang tersebut mendengar nama kita, maka ia akan teringat pada
kebaikan yang pernah kita lakukan. Jangan heran bahwa terkadang tanpa kita
sadari, ada orang-orang tertentu yang senantiasa mendoakan bahkan merindukan
kehadiran kita.
Tetapi apakah ketika Paulus mengingat
dan mengenang iman jemaat Filipi tersebut ia sedang ongkang-ongkang kaki di
teras rumahnya sambil menikmati segelas kopi? Atau ia sedang berada di ruang
kerjanya dan membaca buku hariannya bersama jemaat? Atau barangkali ia sedang
rekreasi di tepi pantai sambil menikmati masa pensiun? Tidak! Khayalan kita itu
sangat jauh dari kenyataan. Tidak ada masa pensiun. Tidak ada rekreasi. Tidak
ada teras rumah dan segelas kopi. Yang ada hanya jeruji besi, lantai ubin yang
dingin, dan ruangan yang pengap. Bilik penjara itu tanpa fasilitas apapun.
Kehidupan Paulus rasanya setara dengan pendapat Kosuke Koyama, tak ada gagang pada salib. Tidak ada
kemudahan. Salib itu tidak memiliki gagang yang memudahkan kita untuk
memikulnya.
Sepintas lalu, ini betul-betul ironi
dalam kehidupan seorang yang telah memberitakan Injil dengan sukarela, tetapi
pada akhirnya harus menjalani hidup sebagai seorang narapidana. Tidak ada orang
yang ingin berada di posisi tersebut. Orang sekarang maunya mudah, yang
gampang-gampang saja, yang instan, nggak
pake lama, siap saji. Berbeda dengan Paulus. Seumur hidupnya, ia
benar-benar telah menjadi teladan dalam hal penyangkalan diri. Ia menerima
kenyataan hidupnya sebagai seorang rasul yang bekerja semata-mata untuk
pekerjaan Tuhan tanpa tunjangan apapun. Ia tidak mencari kemudahan apapun.
Malah dalam memberitakan Injil ia banyak mengalami penderitaan, baik fisik
maupun psikis. Dalam banyak hal, ia tidak mau menjadi beban bagi orang
lain. Sungguh sebuah kehidupan yang
pantas diteladani. Betapa sulitnya kini mencari orang-orang seperti Paulus.
Orang-orang yang tidak mengharapkan imbalan atas pelayanannya.
Kisah Paulus mungkin merupakan kisah tragis
bagi kebanyakan orang. Ia menderita dan tertekan luar dalam. Tetapi mengapa ia
bisa tetap bertahan hidup? Mengapa dalam situasi yang berat itu ia masih mampu
mengucap syukur? Jawabannya ialah karena ia tidak memusatkan perhatian pada
dirinya sendiri, pada penderitaan yang dialaminya. Sebaliknya, ia mengarahkan
pandangannya kepada orang lain, kepada karya nyata Allah dalam kehidupan
mereka. Dari Paulus-lah kita belajar bahwa karya Allah dalam kehidupan orang
lain ternyata dapat mendatangkan kebahagiaan bagi kita. Sebaliknya, karya Allah
dalam hidup kita, sering tanpa kita sadari, mendatangkan kebahagiaan bagi orang
lain. Inilah dimensi lain dari kebahagiaan itu sendiri. Tidak selamanya
kebahagiaan itu datang dari apa yang terjadi dalam hidup kita. Kehidupan orang
lain pun dapat membawa kebahagiaan bagi kita asalkan kita bisa sejenak
mengalihkan perhatian kita tidak melulu pada diri kita sendiri, tetapi juga
pada orang-orang di sekitar kita. Dengan demikian, sinar kebahagiaan itu tidak
akan pernah redup dalam kehidupan kita karena kita mampu tersenyum menyaksikan
kehidupan orang lain. Benarlah kata orang bijak, kesuksesan hidup tidak
ditentukan oleh seberapa bahagianya kita, melainkan seberapa bahagianya orang
lain karena kehidupan kita. Sudahkah kita meninggalkan kesan yang baik bagi
orang lain? Belajarlah dari jemaat Filipi dan teladanilah pola kebahagiaan
Paulus. (LAL)
No comments:
Post a Comment