Friday, July 29, 2011

Siapa yang harus disalahkan untuk realita kehidupan ini?


Siang ini. Dalam ketidaknyamanan karena Udara yang sangat panas, asap rokok yang berasal dari bapak disampingq, dan harus berdempetan pada kursi paling belakang. Terdengarlah percakapan seorang bapak dengan “knek bus” yang aq tumpangi ini.
-          Masih skolah?
So ndak.
-          Konk brapa ja dapa 1 hari dank?
50.000 ribu.
Percakapan mereka pun terus berlanjut. Sang “knek” kelihatannya cepat akrab dengan semua orang yang baru ditemuinya.
So umur brapa nga?
8 juli bulan depan, so 12 taon.
Yang menarik perhatianq adalah sosok “knek” yang ternyata adalah seorang anak yang belum genap 12 tahun; yang telah berhenti sekolah dan memiliki penghasilan 50.000 sehari. Bagiq, ini merupakan sebuah realita kehidupan yang sangat “unik”; jika tidak ingin dikatakan memprihatinkan. Anak seusianya belum waktunya bekerja, apalagi bekerja sebagai seorang “knek” yang lebih mengutamakan kekuatan fisik daripada skill. Anak seusianya harus berada di sekolah; belajar, dan bermain. Harus berada di rumah; tidor siang, tertawa bersama sahabat2-nya, dan mendapatkan perhatian orang tua. Tempatnya bukan di bus ini. Anak seusianya belumlah pantas memegang uang 50.000 sehari! Untuk apa? Belumlah pantas seorang anak sepertinya memegang uang sebanyak itu. Masih untung jika uang sebanyak itu diberikan kepada orang tuanya tapi jika hanya untuk “jajan”, mungkin terlalu berlebihan.
Sangat disayangkan. Anak yang cepat akrab dan kelihatan pintar ini harus mengorbankan masa depannya untuk menjadi seorang “knek”.
Siapa yang harus disalahkan untuk realita kehidupan ini?
Sabtu, 25/06/2011

No comments:

Post a Comment