Monday, July 25, 2011

Aq Kagum Padanya


Hari ini aq melakukan pelayanan perkunjungan orang sakit. Pelayanan yang sudah biasa ku jalani ketika memberi diri membantu pelayanan di jemaat GMIM Tiberias Kiniar. Setelah berdoa, sang ibu mulai curhat mengenai perasaannya. Ia mulai menceritakan bagaimana kejadian sampai bapak bisa mengalami kecelakaan dan bagaimana perasaan yang dirasakannya ketika mendengarkan peristiwa kecelakaan itu untuk pertama kali. Mendengarkan cerita sang ibu, pikiran ini melayang pada peristiwa 5 tahun lalu, peristiwa kecelakaan yang membawa “awan mendung” dalam kehidupan keluargaq. Serasa apa yang dirasakan sang ibu dapat aq mengerti. Aq pun pernah merasakannya; bagaimana kagetnya, gugupnya, takutnya ketika menerima kabar mengenai kecelakaan seorang anggota keluarga.
5 tahun yang lalu…. Saat bersantai di rumah, telpon genggamq berbunyi. Ternyata dari ibu. Kuangkat, dan aq menerima kabar yang mengejutkan. Ibu mengabarkan bahwa mereka baru saja mengalami kecelakaan motor ketika akan menuju ke tempat kerja. Ku perjelas dulu! Saat itu, ibuq ditugaskan di sebuah daerah yang jauh. Ya, sekitar 3 jam perjalanan darat dari tempat tinggal kami. “kebetulan” daerah itu merupakan tempat kerja ayahq dahulu. Ayahq tahu betul seluk beluk daerah itu. Jadi, ayahq mengantar ibu ke tempat kerjanya. Dan, dalam perjalanan terjadilah kecelakaan itu.
Ketika menerima kabar kecelakaan itu, serasa dunia ini akan runtuh. Tak ada tangisan, namun seolah-olah dunia berhenti seketika. Secara spontan aq pun menanyakan kabar mereka berdua. Ibuq hanya menjawab “ndak apa-apa jo”. Mendengarnya, perasaan ini sedikit tenang. Kembali ibu mengabarkan bahwa mereka tidak akan pulang ke rumah karena harus menginap di suatu daerah untuk mengobati kaki ayah yang bengkak akibat kecelakaan itu. Kecemasanq sedikit terobati. “Oh, ternyata ndak apa-apa jo”.
Disinilah “mendung” dalam keluargaq dimulai. Ternayata cedera yang menimpa ayahq sangat parah. Kaki kirinya bukan hanya keseleo atau luka ringan, namun benar-benar cedera yang parah. Tulang tempurungnya hancur, nyata dari bengkak yang tidak kunjung turun dan malahan semakin memprihatinkan. Karena masukkan dari saudara-saudara dan orang lain, jalan tradisional masih ditempuh dengan harapan tentu saja mendapatkan kesembuhan. Karena memilih cara tradisional 3 kali dalam seminggu harus menyewa mobil ke tempat pemijatan. Selama pengobatan hati ini tersiksa melihat kaki ayah yang tidak kunjung sembuh. Bahkan, lebih memprihatinkan. Ditambah lagi kepercayaan diri dan keyakinannya mulai menurun. Penyesalan dan mempersalahkan selalu muncul dalam dirinya yang tertuang lewat kata-kata yang menyakitkan dan menusuk sampai ke hati. Banyak hal-hal ngawur yang keluar dari mulutnya. Semuanya menyakitkan dan menusuk sampai ke hati. Bahkan pernah terlontar kalimat untuk mati saja. Aq mencoba memahami sikapnya saat itu. Ia sakit, dan membutuhkan perhatiaan. Aq mencoba memposisikan diri pada posisinya. Ia memang tidak bisa berjalan, bahkan bergerak sedikit saja sangat sulit. Kakinya semakin bengkak, seperti “bantal guling” besarnya. Ya… sangat sulit pergumulan yang dihadapinya; aku mencoba memahami sikapnya.  Tetapi tetap saja, sungguh sulit bagi keluargaq. Suasana rumah saat itu sangat memprihatinkan. Mengurus orang sakit di rumah bukanlah sebuah perkara yang mudah. Ditambah dengan keluhan-keluahan yang menyayat hati; yang bukannya membesarkan hati malahan semakin menyakitkan ketika mendengarnya. Lengkaplah sudah penderitaan yang dirasakan saat itu.  
Natal Tahun itu pun tiba. Natal tersuram dalam kehidupan keluargaq. Pohon natal memang dipasang tapi seolah-olah hanya menjadi penghiburan ibuq yang mengurus orang sakit. Tidak ada kebahagiaan. Makanan dan kue natal terasa tanpa hambar. Bagi keluargaq, Natal tahun itu benar-benar natal yang bergumul.
Ketika kesembuhan tidak juga diperoleh dengan cara tradisional setelah berusaha selama 2 bulan. Cara medis pun ditempuh. Setelah di rontgen dan diperiksa oleh dokter yang benar-benar ahli, ternyata kaki ayahq harus segera dioperasi kalau tidak; kemungkinan besar bisa diamputasi. Operasi yang akan dilakukan bukanlah operasi ringan melainkan operasi berat yang sedikit rumit. Ini disebabkan karena cedera yang dialami sudah dibiarkan tanpa pengobatan medis selama 2 bulan. Sudah ada bagian-bagian yang agak membusuk. Kabar ini tentu saja semakin mengecewakan dan menyakiti  perasaan ayahq dan tentu kami sekeluarga. Kesulitan dan pergumulan semakin menggunung. Perawatan yang dahulunya dilakukan di rumah, sekarang berpindah di rumah sakit yang tempatnya jauh dari tempat tinggal kami. Jadilah kami menjaga sang ayah di rumah sakit. Penyesalan dan keluhan-keluhan yang menyayat hati masih saja keluar dari mulut ayahq.
Operasi pun dilakukan dan sukses. Namun masa-masa kelam belum berakhir. Masa-masa ketika berada di rumah sakit dan pasca operasi benar-benar merupakan masa yang paling sulit dan menjatuhkan mental. Proses pemulihan yang lama setelah operasi membuat kami harus menjaga ayah di rumah sakit. Jauh dari rumah. Saat itu sosok yang paling sibuk, berjuang dan tertekan adalah ibuq. Dialah orang yang paling setia menjaga ayah di rumah sakit; baik siang maupun malam. Sosok yang paling banyak mendengarkan keluhan-keluhan dan penyesalan ayahq. Mengingat kembali masa-masa itu, aq benar-benar kagum pada sosok ibuq. Dia tetap setia menjaga dan merawat ayahq. setiap orang yang datang menjenguk memberikan penguatan kepada ayah dan berucapan “semoga cepat sembuh”. Namun, tidak ada seorang pun yang menyadari pergumulan ibuq. ibu kelihatan sangat capek dan bergumul ketika mengurus dan menjaga suami tercinta. Bagiq, dia sosok wanita perkasa.
Hari demi hari, bulan demi bulan berlalu dengan sangat cepat. Pemulihan mulai menampakkan hasil yang memuaskan. Bengkaknya mulai turun. Ayahq mulai bisa tersenyum. Luka operasi mulai kering dan gips yang dipasang bisa dikeluarkan. Tongkat selalu menemani aktivitas ayahku yang masih sangat terbatas.
Satu tahun berlalu setelah dioperasi. Ketika platina yang ditanam di kaki ayahq dilepas dan luka bekas operasi ke-2 itu mengering. “Awan gelap” yang menutupi kehidupan keluargaq mulai tertiup angin. Sinar mentari mulai nampak kembali dalam kehidupan keluargaq. Walaupun ayah masih sering mengeluh dengan kondisi kakinya dan kepercayaan dirinya sedikit menurun karena harus berjalan pincang, tapi kehidupan keluarga kami mulai kembali berjalan normal.
Bekas luka operasi itu masih ada sampai sekarang. Bahkan kaki kiri ayahku sudah tidak normal lagi; pincang dan tidak bisa dibengkokkan lagi. Namun semua pergumulan selama 2 tahun itu mampu kami lewati. Dari peristiwa ini aq belajar, mengenai pergumulan dan kebahagiaan yang datang silih berganti ketika menjalani kehidupan di dalam dunia. Bagiq secara pribadi, Mengingat kembali peristiwa 5 tahun lalu, rasanya air mata ini akan jatuh. Peristiwa yang membawa keyakinan dalam diri bahwa Dia merancangkan sesuatu yang indah bagi keluargaq. Bagi ayahq, peristiwa itu membuatnya belajar untuk lebih berhati-hati, dan lebih menikmati hidup apa adanya. Bagi ibuq, peristiwa itu adalah sebuah perjuangan berat. Aq kagum padanya. Bagi keluargaq, menjadi pengalaman yang sangat berharga.
Saat ini, Ayahq bisa kembali beraktivitas seperti biasa. Jalan yang pincang selalu mengingatkannya akan masa kelam yang berhasil dilalui. Bekas luka di kakinya akan selalu mengingatkannya akan kesetiaan dan perjuangan istri yang setia. Kehidupan keluargaq kembali normal bahkan terasa lebih indah dan bahagia. Diatas semuanya itu, segala pujian, hormat dan kemuliaan hanya kunaikkan kepada-Nya. Dialah yang memampukan keluargaq melewati pergumulan terberat dalam kehidupan kami.

Ketika pun mendengar curhat sang ibu saat perkunjungan ini, rasanya aq paham dengan apa yang dirasakannya. “perjuangan seorang istri menjaga suami yang terbaring sakit”.  

05-09-06-11

No comments:

Post a Comment