Dalam perjalanan pulang dari
sebuah acara kedukaan. Salah Seorang teman mengeluarkan sebuah pertanyaan;
“seandainya kita meninggal besok, apa yang akan kita lakukan sekarang?” Sebuah
pertanyaan dengan nada bercanda, dan memang situasi saat itu sedang dalam
keadaan bercanda. Walaupun demikian, pertanyaannya itu, cukup mengetarkan hati
dan mengganggu perasaan.
Menjawab pertanyaan itu marilah
kita membaca cerita sang kakek dibawah ini:
Konon, hiduplah seorang kakek
yang sangat bijak, pintar dan memiliki banyak pengalaman dalam perjalanan
kehidupannya. Dimasa tuanya, sang kakek tinggal di sebuah rumah yang mewah dan
indah. Sang kakek Memiliki semua yang diinginkan dan diidam-idamkan oleh semua
orang yang hidup, berusaha dan berkarya dalam dunia; kekayaan, kedudukan,
keluarga dan penghormatan.
Pada Suatu malam yang dingin, dan
langit ditutupi awal pekat; tanpa bulan dan bintang. Sang kakek duduk termenung
di depan teras rumahnya yang mewah dan indah itu. Dihadapannya terhidang segala
macam kue yang kelihatan sangat lesat; tidak ketinggalan minuman-minuman ringan
dari berbagai merek terkenal. Namun, semua kue dan minuman ringan itu
tidak menarik minat dan perhatiannya. Matanya hanya terpana ke langit tanpa bulan
dan bintang malam itu. Pikirannya menerawang kembali ke masa lalu, mengingat
kembali pekerjaan dan proyek-proyek besar yang dilakukan pada masa mudanya.
Dalam hati sang kakek pun berujar “ ternyata untuk segala sesuatu ada
masanya juga, untuk apapun di bawah langit ini ada waktunya”. Sang kakek
tersadar bahwa semua keberhasilannya pada masa lalu hanya sebuah kenangan-kenangan
indah. Kembali terbayang dalam ingatannya segala sesuatu melimpah pada masa
mudahnya; pengetahuannya yang tinggi, bahkan menjadi seorang teolog yang
terkenal; sampai-sampai menjadi pemimpin yang dikagumi. Sekarang, bagi sang
kakek, semua yang dia rasakan dan dapati pada masa mudanya hanya sebuah kesia-siaan
belaka. Bagi sang kakek, segala sesuatu di bawah matahari, hanyalah kesia-siaan
belaka. Tidak ada yang abadi, tidak ada kesukacitaan sejati, dan tidak ada
kebahagiaan yang tetap. Segala sesuatu ada waktunya; segala sesuatu ada
masanya. segala sesuatu akan berlalu; seiring berjalannya waktu. Masa muda,
akan berlalu; Kekuatan yang dibanggakan, akan sirna. Kecantikan dan ketampanan
yang dikagumi, akan luntur. Kedudukan dan kekayaan, akan terbang dengan
sendirinya. Ada saat bersedih; ada saat berbahagia. Ada saat tertawa; ada saat
menangis. Ada masa dimana manusia mengalami kesuksesan; ada masa keterpurukkan.
Sekarang di atas; besok bisa ada di bawah. Semuanya akan berlalu dan berganti;
Seperti siang yang akan berganti malam. Generasi sekarang akan digantikan oleh
generasi berikutnya. Ungkapan-ungkapan yang terkesan putus asa. Dan
mungkin, memang demikian. Namun itulah kesimpulan sang kakek.
Matanya terus memandangi langit
malam itu. Seolah-olah sang kakek sedang mengagumi keindahan langit tanpa
hiasan pada malam itu. terlihat sang kakek mengambil sebuah buku kecil dan pena
dari saku mantelnya, kemudian mulai menulis ”nama yang harum lebih baik dari
minyak yang mahal, dan hari kematian lebih baik dari pada hari kelahiran. Pergi
kerumah duka lebih baik dari pada kerumah pesta, karena dirumah dukalah
kesudahan setiap manusia; hendaklah orang yang hidup memperhatikannya. Bersedih
lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega. Orang yang
berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di
rumah tempat bersukaria”.
Bagi sang kakek Kebahagiaan apa
yang tidak dia rasakan saat muda? segala pesta besar dan mengagumkan telah diikutinya,
bahkan dialah yang menjadi pusat acaranya. sekarang, pada saat lanjut umurnya, sang
kakek tersadar, ternyata hadir dalam acara kedukaan lebih penting dari pada
menghadiri segala pesta pora dalam dunia. Peristiwa kedukaan ternyata dapat membantunya
untuk mempersiapkan diri menghadapi peristiwa itu kelak, ketika tiba gilirannya
datang. Sang kakek tersadar bahwa suatu saat nanti pasti peristiwa itu akan
datang menghampirinya. Rumah duka mengingatkan dia bahwa peristiwa itu adalah
sebuah kepastian baginya.
Bagi sang kakek dengan menghadiri
Peristiwa duka dapat mengingatkannya pada orang-orang yang dia kasihi dan
cintai. Kembali hatinya berujar “Apalah gunanya air mataku ketika dia (orang
yang dicintai) tidak lagi merasakan kesedihanku? Bagiku, air mata dapat berguna
untuk mengobati kesedihanku. Tapi Baginya, tidaklah berarti apa-apa. Akan lebih
berarti baginya, senyumanku ketika dia bisa merasakan hal itu ketimbang
tangisan ketika dia tidak lagi merasakannya”. Bagi sang kakek peristiwa duka
menyadarkannya akan betapa penting orang-orang disekitarnya, betapa
beruntungnya dia karena dikelilingi orang-orang yang mengasihi dan mencintainya
dengan Tulus. Peristiwa duka mengingatkan dia betapa berharganya mereka baginya.
Bagi sang kakek, Peristiwa duka membuatnya
dapat mensyukuri kehidupan yang dijalaninya. Mawas diri dan sadar akan kefanaan
kemanusiaannya. Peristiwa dukacita membuatnya Mempersiapkan diri, Dalam artian berusaha
meninggalkan kenangan indah selama hidup kepada orang-orang disekitarnya. Peristiwa
duka Membuatnya tersadar bahwa semua perjalanan memiliki akhir. Begitu juga
perjalanan kehidupannya dalam dunia, ada akhir. Peristiwa dukacita Mengingatkannya
akan kemahakuasaan Tuhan dan kemanusiaannya sebagai manusia.
Sang kakek bersyukur karena boleh
menikmati masa tuanya. Hatinya tidak berhenti mengucap syukur atas umur yang
panjang yang dianugerahkan Tuhan padanya. Umur panjang mengingatkannya akan
suatu masa gelap dimasa yang akan datang. Disamping itu mengingatkannya akan
suatu masa indah yang telah disiapkan untuknya kelak. Sang kakek sampai pada
sebuah kesimpulan “segala sesuatu adalah sia-sia, jika tanpa Tuhan”. Sang kakek
bersyukur karena dimasa tuanya dia sempat menyadari akan hal ini. Iapun dengan
senyum bahagia mencicipi kue lesat dan minuman
ringan dihadapannya.
Tidak lama kemudian dari dalam
rumahnya datang gerombolan anak kecil yang berebut duduk dipangkuannya sambil
memanggil-manggil kakek kepadanya. Seorang anak yang paling besar berucap
kepada sang kakek “selamat ulang tahun kakek, semoga panjang umur dan sehat
selalu”.
Apakah pertanyaan diatas telah
terjawab? “seandainya kita meninggal besok, apa yang akan kita lakukan
sekarang?” sebenarnya pertanyaan ini muncul karena pengalaman yang baru saja
dia dapat, yaitu; menghadiri acara kedukaan. Pertanyaan itu terucap karena
peristiwa kedukacitaan itu baru saja menyadarkan kemanusiaannya, dan
kemahakuasaan Tuhan, menyadarkannya pada keterbatasan waktu yang dimilikinya,
dan menyadarkannya pada orang-orang yang mencintai dan mengasihinya.
Pertanyaan yang sebenarnya
mengingatkan kita. Apakah kita sudah mempersiapkan diri dengan baik sebelum
tiba waktu kita. Apakah kita terlalu sibuk mengejar impian dan keinginan kita
sampai kita lupa pada orang-orang yang mencintai dan mengasihi kita. Apakah
kita terlalu giat mengejar kebahagiaan duniawi sampai kita lupa akan
kemahakuasaan Tuhan. Apakah kita sudah melakukan yang terbaik bagi orang-orang
yang kita cintai dan kasihi.
Apakah pertanyaannya sudah terjawab? (FPK)
No comments:
Post a Comment