Tuesday, May 31, 2011

GIFTED HANDS


Kisah seorang dokter kulit hitam yang dimasa kanak-kanaknya dianggap sebagai anak yang bodoh. Sosok sang ibu berperan pentink dalam keberhasilannya. Sang ibulah yang Membimbing dan memotivasi Ben untuk menjadi anak yang pinter. Benar-benar sosok ibu yang luar biasa; disaat dia harus ke sekolah dan menerima kenyataan bahwa rapor anaknya kebanyakan bernilai F dan sedikit diantarax D, tetap sang ibu berkeyakinan bahwa anakx adalah seorang yang pinter.
Suatu kali, Ketika Ben beribadah ke gereja, sang pendeta bercerita mengenai seorang dokter misionaris yang dikejar-kejar oleh perampok. Cerita pendeta itu memotivasi Ben kecil untuk menjadi seorang dokter. Dengan perasaan meluap-luap, Ben menceritakan cita-citax pada sang ibu. Apa tanggapan sang ibu?
Ben                              ; “ibu, saya ingin menjadi seorang dokter. Seorang dokter misionaris seperti yang dikatakan pastor kepada saya”
Ibu                               ; “kau bisa menjadi apapun yang kau inginkan dalam hidup ini, asalkan kamu berupaya untuk mengejarnya… Tuhan tidak akan meninggalkan kamu”.
Sang Ibu berperan penting dalam kehidupan Ben. Sang Ibu mencoba melakukan segala cara agar anaknya dapat berhasil. Namun sebenarnya, sang ibu juga memiliki banyak pergumulan dalam hidupnya: Harus berperan sebagai orang tua tunggal, dengan keterbatasan ekonomi. Bekerja membersihkan rumah orang, dan menjadi penjaga bayi agar dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Pada masa kecilnya, sang ibu harus tinggal di panti asuhan. Saat berumur 13 tahun menikah dengan  orang yang dicintaix, hidup bahagia, dengan 2 orang anak. Sampai ia mengetahui bahwa orang yang dicintainya mempunyai istri dan anak-anak yang lain. Seorang yang buta huruf, dan mengalami ketakutan berlebihan; jangan-jangan anak-anaknya akan menjadi sama sepertinya. Karena pergumulan dan tantangan hidupx yang besar, sang ibu bahkan sempat berpikir untuk bunuh diri. Inilah “curhat” sang ibu ketika bercakap dengan seorang psikiater; berbicara sambil mencucurkan air mata. Dengan pengakuannya ini, sang ibu membutuhkan perawatan di rumah sakit jiwa. Namun, semenderitanya sang ibu; tidak pernah sekali pun ia memperlihatkan penderitaannya ini kepada anak-anaknya.
Surat Ben kecil kepada ibunya, ketika sang ibu harus menjalani perawatan di rumah sakit jiwa. Sebuah surat yang membuat ibunya tersenyum bahagia sampai meneteskan air mata ketika dia berada di rumah sakit jiwa untuk perawatan selama bebarapa minggu;
Dear mother,
I mis You allredy, I Promiss I will try to do
Beter in shol.
I LOVE YOU
Benny
Keluar dari rumah sakit,  sang ibu bekerja pada seorang Professor. Tugasnya adalah  membersihkan rumah besar sang profesor. Ketika membersihkan perpustakaan sang professor, sang ibu terkagum-kagum karena ruangan itu dipenuhi dengan berbagai macam buku-buku. Mulailah sang ibu menyuruh anak-anaknya untuk membaca buku di perpustakaan kota kemudian membuat garis besarnya. Dengan “ogah-ogahan” anak-anaknya pun melakukan perintahnya.
Mulailah Ben dan Curtis membaca dan melaporkan ringkasannya pada sang ibu. Namun uniknya, ketika anak-anaknya meminta bantuan sang ibu untuk membacakan kata yang sulit, sang ibu selalu berkata; “saya membutuhkan kaca mata baru. ucapkan itu.”Jadilah mereka anak yang pinter dan sangat suka membaca.
Hidup Ben pun berubah. Dia menjadi juara kelas. Apakah tantangan dan pergumulan hidup menghilang? Tidak, di acara pemberian penghargaan sekolah kepada Ben. Seorang gurux memberikan sebuah pidato yang sangat menyinggung perasaan Ben dan sang ibu. Karena pidato itulah Kemudian Ben pindah sekolah, lagi-lagi karena sang ibu yang menginginkan agar anak-anaknya tidak disepelekan.
Apakah masalahnya selesai? Tidak! Pergaulan… itulah masalahnya sekarang. Ben oleh teman sekolahnya dipandang sebagai anak yang “Kuper”. Dia sering diolok teman-temannya karena pakaiannya yang cenderung kuno. Pergaulan… Membuat Ben menyakiti hati sang ibu, hanya demi mendapatkan sebuah baju yang baru. Karena sangat menyayangi anakx, dengan uang tabungannya sang ibu memberikan baju baru untuk Ben. Tapi apa yang Ben lakukan, dia tidak memakainya karena dirasakan tidak sesuai dengan keinginannya. Pergaulan… Ben hampir saja memukuli ibu dan kakaknya dengan martil hanya karena baju yang baru dibelikan sang ibu  tidak cocok dengan keinginannya. Pergaulan… Ben memilih kawan yang salah. Hanya supaya tidak ingin dikatakan kuno. Pergaulan… Merubah Ben menjadi anak yang nakal. Sangat nakal. Sampai-sampai ia menusuk temannya dengan pisau hanya karena masalah sepele. Ben berubah: Anak bodoh menjadi anak pintar, kemudian menjadi anak nakal, bahkan sangat nakal.
Beruntung bagi Ben… Pisau yang dia tusukkan tidak melukai temannya. Pisau itu patah mengenai sabuk besi yang dikenakkan temannya tersebut.
Peristiwa itu membuat Ben tersadar. Ben Sadar bahwa dia tidak bisa mengendalikan emosinya yang meluap-luap. Ditengah kekalutannya dia berdoa kepada Tuhan untuk menyingkirkan emosi yang meluap-luap dari dirinya. Dengan memeluk kitab suci dan menyanyikan lagu pujian kepada Allah. Ben belajar mengendalikan emosinya.
Yale Universitas. Fakultas Kedokteran. Ahli beda otak. Dengan beasiswa yang didapatnya, Ben berusaha mengejar cita-citanya. Sebagai penerima beasiswa, nilai yang diperoleh Ben belumlah terlalu memuaskan. Ben harus memperoleh nilai yang bagus apabila ingin beasiswanya tidak dicabut. Sosok sang ibu menjadi pendorongnya untuk berhasil menyelesaikan studynya. Dengan belajar keras; siang, malam bahkan sampai dini hari. Akhirnya, Ben lulus dari universitas. Menjadi seorang Ahli beda syaraf.
Ditahun 1976, Ben mendaftarkan diri di Johns Hopkins hospital. Rumah sakit ini hanya menerima 2 murid ahli beda syaraf dalam setahun. Dari 125 peminat, Ben menjadi satu dari dua orang ahli beda syaraf yang terpilih.  
Dalam melaksanakan tugasnya, Ben Selalu bekerja dengan senyuman. Selalu menyapa; Selamat pagi! Ketika sampai di rumah sakit. Selalu melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh; Persis seperti ibunya. Ben juga merupakan orang percaya yang sangat taat.
Pendarahan hebat istrinya saat mengandung, membuatnya mengetahui bagaimana gelisahnya keluarga saat menunggu orang-orang yang mereka cintai masuk ke ruangan operasi.
Kehilangan calon bayi karena pendarahan sang istri, membuat dia mengerti bagaimana rasanya kehilangan. Ketika mengalami kesedihan yang mendalam, sang ibu, kembali menguatkan dan menghiburnya. Sama seperti ibunya, pergumulan yang Ben alami tidak mempengaruhi pekerjaannya. Dia menjalani pekerjaannya seperti biasa; dengan senyuman dan sapaan ramah setiap pagi.  
Kehilangan calon bayi, memacunya untuk melakukan operasi pemisahan bagi bayi kembar yang menyatu di bagian kepala. Sebuah pekerjaan yang mustahil, yang hanya bisa dilakukan oleh dokter beda syaraf terbaik di dunia. Akhirnya, dengan 22 jam operasi, dengan prosedur yang rumit, konsentrasi yang tinggi, tim yang besar, dan alat-alat yang lengkap; operasi pemisahan pun sukses. Terpancar kebahagiaan dari orang tua bayi kembar tersebut. Ben melakukan tugasnya dengan sempurna.
Keajaiban… kata inilah yang cocok mengambarkan kehidupan Ben. Hidup Ben, adalah sebuah keajaiban. Hidup dari keluarga miskin, dengan hanya mempunyai seorang ibu dan seorang saudara, dianggap sebagai anak yang bodoh, dapat menjadi seorang dokter ahli syaraf. Dan, Dalam pekerjaannya, Ben melakukan banyak keajaiaban.

No comments:

Post a Comment