Suatu
malam pergantian tahun. Sang kakek duduk termenung di depan teras rumahnya yang
mewah dan indah itu. Dihadapannya terhidang segala macam kue mentega sisa dari
merayakan Natal; tidak ketinggalan minuman-minuman ringan dari berbagai merek terkenal. Namun, semua itu tidak
menarik minat dan perhatiannya. perhatiannya hanya tertuju pada keindahan
kembang api yang menghiasi langit banyak bintang pada malam itu; Kembang api yang
menandakan besarnya kebahagiaan orang-orang untuk merayakan datangnya tahun
baru. Ditemani sang rembulan yang bersinar penuh pada malam itu, sang kakek
merenungkan akan arti kehidupan.
Sang
kakek teringat kembali pekerjaan dan proyek-proyek besar yang dilakukan pada
masa mudanya. Dalam hati sang kakek berkata “ehm,
ternyata untuk segala sesuatu ada masanya juga, untuk apapun di bawah langit ini
ada waktunya”. Sang kakek tersadar bahwa semua keberhasilannya pada masa
lalu hanya sebuah kenangan yang indah. Kembali terbayang segala sesuatu
melimpah pada masa mudahnya; pengetahuannya yang tinggi, bahkan menjadi seorang
teolog yang terkenal; sampai-sampai menjadi pemimpin yang dikagumi. Namun,
ternyata bagi sang kakek, segala sesuatu yang dia dapatkan dalam dunia hanyalah
kesia-siaan belaka. Sang kakek sekarang memikirkan sesuatu yang lebih dari
suatu kebahagian duniawi yang telah dan sedang dia rasakan sekarang ini.
Sang
kakek berpikir bahwa melayat ke rumah duka lebih bermanfaat, ketimbang pesta
kembang api yang sedang dia saksikan. Dimasa mudanya segala pesta besar dan
mengagumkan telah dia ikuti, bahkan sang kakeklah yang menjadi pusat acara.
Dimasa tuanya sang kakek tersadar, ternyata hadir dalam acara kedukaan dapat membantunya
untuk mempersiapkan diri menghadapi peristiwa itu kelak; sang kakek tersadar
bahwa suatu saat nanti pasti peristiwa itu akan datang menghampirinya.
Sang
kakek bersyukur karena boleh menikmati lagi Tahun baru, namun bagi sang kakek
tahun yang baru berarti juga pergumulan yang baru. Kembali beraktivitas dengan
misteri yang baru dimasa yang akan datang. Sang kakek bersyukur atas tahun baru
dan tentu saja umur yang panjang, “oleh
sebab itu jikalau orang panjang umurnya, biarlah ia bersukacita di dalamnya…”.
Namun, tahun baru dan umur panjang mengingatkan sang kakek akan suatu masa
gelap, dimasa yang akan datang; disamping mengingatkan juga akan suatu masa
indah yang telah disiapkan untuknya kelak.
Lama
merenung dalam suasana malam tahun baru, sang kakek sampai pada sebuah
kesimpulan “segala sesuatu adalah sia-sia, jika tanpa Tuhan”. Sang kakek
bersyukur karena dimasa tuanya dia sempat menyadari akan hal ini. Iapun dengan
senyum bahagia mencicipi kue mentega dan minuman ringan dihadapannya. Sambil
berkata “selamat tahun baru” yang disambut oleh segerombolan anak kecil yang
ternyata adalah cucu-cucunya.
Cerita
di atas hanyalah sebuah kisah dari seorang kekek tua nan bijak, yang telah
mengalami pahit-manis kehidupan. Dari penyelidikannya, sang kekek mendapati
ternyata segala sesuatu di bawah matahari, sia-sia; Tidak ada yang abadi, tidak
ada kesukacitaan yang sejati, dan tidak ada kebahagiaan yang tetap. Segala
sesuatu ada waktunya; segala sesuatu ada masanya. Ungkapan yang cenderung terdengar
pesimistis memang, namun sebenarnya merupakan refleksi dari apa yang dia lihat,
dan jalani dalam kehidupannya. Ungkapan yang sebenarnya menyiapkan manusia akan
suatu masa yang kelam, tapi juga menyiapkan manusia atas suatu masa yang indah.
Pergumulan memang menyakitkan, tapi pergumulan adalah awal kesuksesan di masa
depan. Begitu juga sebaliknya; kesuksesan memang menyenangkan, tapi menjadi
awal dari pergumulan di masa yang akan datang. Nampak jelas, Sang kakek bersyukur
dan mengakui akan kehidupannya yang indah. Semua yang diharapkan oleh orang di
dalam dunia, dimilikinya. Namun, dari semua yang dimilikinya; toh, dia masih
merasakan sesuatu yang kurang dalam hidupnya.
Cerita di atas, sebenarnya
mengingatkan kita akan singkatnya kehidupan ini. Mengingatkan kita pada segala sesuatu
yang cepat berlalu; seiring berjalannya waktu. Contohnya; Masa muda, Memang indah.
Tapi, cepat ataupun lambat masa itu akan berlalu: Kekuatan yang kita banggakan,
pasti akan sirna. Kecantikan dan ketampanan yang kita kagumi, pasti akan
luntur. Kedudukan dan kekayaan yang kita kejar dengan mengorbankan segalanya,
pasti akan terbang dengan sendirinya. Semuanya akan berlalu; Seperti siang yang
akan berganti malam. Generasi sekarang akan digantikan oleh generasi berikutnya.
Cerita
diatas juga mengingatkan kita akan besarnya kasih Allah. Kita patut bersyukur
karena masih diberikan kesempatan untuk bernafas, dan menikmati indahnya alam
ciptaan Tuhan. Itulah sebab sehingga kita mesti menyadari akan pentingnya kehidupan.
Sangat penting, sehingga harus dijaga dengan sebaik mungkin. masakan baju yang
kita sayangi; kita jaga, dan rawat dengan baik; sedangkan kehidupan kita,
tidak. Bukankah kehidupan kita lebih Mahal dari baju mahal apapun di dunia ini?
Baju jika sobek masih bisa diganti dengan yang baru. Tinggal ke toko baju,
beres. Tinggal pilih lagi! Apalagi, zaman sekarang tidak terhitung toko-toko/ pusat
perbelanjaan yang menawarkan koleksi baju yang indah-indah dan bagus-bagus.
Tapi, adakah toko yang menjual kehidupan? Tidak ada. Makanya jagalah hidup pemberian
Tuhan dengan baik, karena hidup sangat berharga.
Cerita
di atas adalah sebuah perenungan tentang arti dan makna kehidupan. Umur
bertambah; tentu juga beban semakin bertambah. Dalam pergaulan muda-mudi, banyak
yang berkata “hidup hanya sekali,
nikmatilah, lakukanlah apa yang disukai dan kejarlah kebahagiaan”. Perkataan
ini tidaklah salah, bahkan sangat benar. Hidup hanya sekali, Nikmatilah. Tapi,
kebanyakan ungkapan ini disebutkan sebagai upaya pembelaan diri untuk melakukan
perbuatan yang keliru. “Hidup itu indah, jadi nikmati dulu”. “kita kan Masih muda, bersenang-senang
dahulu-lah. Ibadah? Jangan dulu. Bergaul dulu-lah”. Apakah ini kebahagiaan?
Mungkin, Ia. Tapi, kebahagiaan yang hanya sesaat. Pertanyaan yang muncul: Apakah
kebahagiaan hidup hanya didapat dalam tindakan-tindakan yang keliru? Maksudnya,
apakah beribadah tidak bisa memberikan kebahagiaan dalam hidup? Apakah memang
kebahagiaan hidup hanya terdapat di tempat-tempat hiburan malam? Sejenak. Pernahkah
kita mencari kebahagiaan itu di panti werda, bersama dengan oma dan opa yang
memiliki banyak pengalaman dalam hidup. Ataukah di panti asuhan bersama dengan
anak-anak yang membutuhkan perhatian. Bukankah pemikiran seperti ini yang
ditentang oleh sang kakek dalam cerita di atas.
Dalam
kehidupan ada juga orang berkata “hidup
manusia seperti roda yang berputar, kadang di atas, eh, kadang di bawah”.
Maksud dari ungkapan ini; ada saat bersedih, ada saat berbahagia. Ada saat tertawa,
ada saat menangis. Ada masa dimana manusia mengalami kesuksesan, ada masa keterpurukan.
Ucapan ini bukankah sejalan dengan pemikiran sang kakek salam cerita diatas “segala sesuatu ada masanya”. Sekarang di atas, besok bisa ada
di bawah. Tapi bukan berarti hanya berdiam diri di rumah. Kerja donk! Jika diam
saja, tetap roda tidak akan berputar. Tetap saja masih dibawah. Tahun baru!
Bukankah mengajarkan kita tentang realita di atas, tahun yang lalu mungkin kita
bahagia. Tapi, kita harus menyiapkan kehidupan di tahun yang baru ini. Bersiap
juga menghadapi kemungkinan buruk, berada dibawah. Bukankah sang kakek juga
menganjurkan kita untuk menyiapkan masa yang akan datang? Rencanakan dan
berusahalah! Tapi, Allah jua-lah yang akan membuat segala sesuatu indah pada
waktunya.
Sekarang,
Tahun baru kembali menyapa kita. Marilah kita belajar dari kakek tua nan bijak
dalam cerita diatas. Pernahkah kita merenung akan arti kehidupan, ataukah kita terlalu
sibuk dengan segala pekerjaan dan tugas kita, tanpa ada waktu untuk duduk
sejenak; merenungkan semua pekerjaan yang telah kita lakukan ditahun-tahun yang
lalu. Kehidupan selalu berputar, Pandangan orangpun dapat berupa seiring
berubahnya waktu. Waktu juga dapat merubah seseorang dari “zero to hero”,
begitu juga sebaliknya; “hero to zero”. “Wah!
Jika kehidupan seperti ini, tidak ada artinya kita berusaha”. Kata siapa?
Usaha adalah jalan kesuksesan. Manusia hanya perlu sadar saja bahwa kehidupan memang
seperti ini; ada saat di atas, ada saat di bawah. Manusia harus sadar akan hal
ini, sehingga manusia tidak mempersalahkan Tuhan ketika diperhadapkan dengan
pergumulan dan tantangan kehidupan. Begitu juga sebaliknya; tidak meninggalkan
Tuhan ketika berada di puncak kehidupan. Jalanilah hidup ini, kejarlah impian.
Tapi, andalkanlah Tuhan dan terimalah kehidupan yang didapat. Selamat tahun
baru! Slamat merenung, dan bergumul untuk merangkai masa depan yang indah. (FPK)
Selamat Natal saudaraku...
ReplyDeleteGod Bless You
^.^