Natal merupakan Istilah
yang tidak asing dalam kehidupan umat percaya. Istilah ini berasal dari bahasa
latin yang berarti “lahir”. Istilah ini, awalnya merupakan istilah kafir yang
digunakan untuk menunjuk pada hari kelahiran dewa matahari. Pada tahun 336 M
setelah kekristenan diakui sebagai agama Negara, istilah natal kemudian
dihubungkan dengan kelahiran sang juruslamat dunia, untuk mengantikan kebiasaan
menyembah dewa matahari. Maka jadilah, natal yang tadinya adalah istilah untuk
memperingati hari kelahiran dewa matahari, menjadi istilah Kristen untuk
memperingati hari kelahiran “matahari” kebenaran.
Natal berawal ribuan tahun
yang lalu; sesuai dengan kesaksian
injil Lukas_waktu itu belum dikenal istilah natal_,
tepatnya pada masa kaisar Agustus memerintah kekaisaran Romawi. Ketika itu, Yusuf dan Maria melakukan perjalanan
untuk menjalankan kewajiban mereka sebagai warga Negara yang baik; Mereka harus
melakukan perjalanan dari Nasaret ke Betlehem untuk mendaftarkan diri sesuai
dengan perintah Kaisar. Dalam situasi itulah lahir
seorang bayi laki-laki;
yang tentu saja sangat lucu, dan mengemaskan. Anak sulung maria dan yusuf, yang ternyata hanya dibungkus dengan
lampin dan dibaringkan dalam palungan; karena tidak ada tempat penginapan yang
kosong.
Kesaksian injil Lukas ini; menunjukkan pada kita, ternyata
kelahiran sang “matahari” kebenaran terkesan sangat menyedihkan. Tidak
ada kemewahan,
tidak ada tempat tinggal atau
penginapan; yang tentu saja tidak ada kasur empuk, dan barang-barang mewah lainnya. Yang ada hanyalah kain lampin, palungan plus
kandang. Jelaslah bahwa kelahiran
sang bayi tidak dipenuhi dengan kemewahan tapi keprihatinan. Namun
dibalik itu; kelahiran-Nya penuh
pesan, dan makna yang dalam.
Inilah hari kelahiran sang bayi yang sekarang ini kita nantikan, dan rayakan ulang tahun-Nya pada tanggal 25
desember. Inilah kelahiran sang bayi yang menjadi
penyelamat manusia berdosa; yang mengangkat
manusia dari gelapnya dosa kepada indahnya terang Kristus.
Sekarang, ribuan tahun setelah peristiwa yang
dikisahkan dalam injil Lukas; Natal menjadi hari termeriah yang dirayakan oleh orang
percaya di seluruh dunia. Terdapat 2 alasan berkaitan dengan realita ini: Alasan yang pertama, Natal
disadari sebagai hari kedatangan
sang juruslamat dunia;
Allah yang turun ke dunia menyelamatkan manusia lewat pengorbanan Kristus di kayu Salib. Alasan kedua, karena natal merupakan waktu liburan, waktu berkumpul dengan keluarga,
waktu bersedekah, waktu membuat dan menikmati
kue mentega, waktu menikmati
makanan yang lesat,
waktu untuk menghias rumah dengan pohon natal plastic (ada juga sie yang mengunakan pohon asli);
dan waktunya santaclauss
bangun dari tidur panjangnya (selama
setahun) untuk mengunjungi anak-anak yang manis; dan memberikan hadiah-hadiah yang menarik
kepada mereka. Santaclauss datang: Ada anak-anak yang begitu senang dan gembira;
eh, ada juga yang menangis karena takutnya. Ada-ada saja cara orang kristen dewasa
ini untuk menyemarakkan perayaan natal.
Uniknya, dari kedua alasan di atas, yang
paling menarik minat orang
Kristen untuk menantikan dan merayakan Natal adalah alasan yang kedua. Mau Bukti? Ketika Natal
tiba, Semuanya serba baru: baju baru, mobil baru, tidak salah juga. Tapi, mudah-mudahan
hatinya juga baru. Natal tiba, Semua pusat-pusat
perbelanjaan dipenuhi oleh manusia yang katanya “merayakan ulang tahun sang bayi yang lahir di Betlehem
ribuan tahun yang lalu”. Natal tiba,
saatnya berbelanja. Natal tiba, Gedung gereja seolah tidak sanggup untuk menampung anggota
jemaat yang ingin datang beribadah,
sampai-sampai pelayan khusus mendapat tugas tambahan, yaitu menyediakan tempat
duduk ekstra bagi anggota jemaat yang katanya “ingin menghayati makna natal”; ketika natal tiba, semua orang tiba-tiba
menjadi ramah. Ketika ditemui dijalanan selalu
mengembangkan senyuman dan menunjukkan keramahan; memberi tangan untuk
berjabat sambil mengucapkan selamat Natal.
Jika ditemui di rumah
pastilah tersedia kue mentega, makanan, dan minuman; baik yang biasa maupun
yang luar biasa. Natal tiba, setiap
rumah Nampak indah dipandang.
Dari luar, tampak mengkilap karena dindingnya baru saja dicat. Dalamnya, sangat
bersih, malahan ada yang menyempatkan diri untuk membeli perabotan baru. Di sudut rumah terpasang
pohon natal lengkap dengan
hiasan-hiasannya
dan lampu yang kerlap-kerlip. Rumah disulap menjadi indah. tidak salah juga sie, malahan sangat baik. Tapi
anehnya, kegiatan dan prilaku seperti ini hanya muncul disaat bulan Desember. Seolah-olah
hanya musiman saja.
Jadi, benar, bukan? natal dinantikan dan dirayakan bukan karena sang bayi yang lahir
tapi karena keinginan kita
untuk berpesta. Bayi yang lahir itu sebenarnya hanya alasan memuaskan keinginan kita untuk memiliki baju
baru, pesta kembang api, bingkisan natal, dll. Bayi yang lahir itu, yang seharusnya menjadi pusat
penghayatan,
hanya menjadi symbol tanpa makna, tanpa kesan, tanpa arti dan tanpa pesan. Natal yang sebenarnya
membawa manusia mengingat kembali kasih Allah dalam hidupnya, malahan meneggelamkan
manusia dalam hingar bingar pesta. Natal yang sebenarnya
menjadi masa perenungan bagi manusia,
malahan menjadi masa yang sibuk untuk menyiapkan kue mentega dan makanan yang lesat. Kesunyian dan
kesederhanaan natal berubah
menjadi pesta pora, kemewahan,
dan tidak jarang bermuara pada kekacauan. Natal yang seharusnya dihayati dengan
penuh kesederhanaan dan
keprihatinan; eh, menjadi
suatu perayaan yang mewah. Natal yang sebenarnya harus diperingati dengan cara mengasihi sesama
manusia yang membutuhkan;
malah menjadi waktu untuk
menghabiskan uang demi keperluan pribadi,
keluarga dan kelompok. Natal yang sebenarnya adalah waktu merenung akan arti
kehidupan; menjadi waktu untuk berpesta dan menghambur-hamburkan uang. Natal
sekarang ini, hanya memenuhi kebahagiaan sesaat; tidak lagi memberikan dampak
yang baik kepada orang-orang yang merayakannya. Natal sekarang ini, hanya meninggalkan beban dan masalah, bukan damai dan
sejahtera.
Sebenarnya jika dipikir-pikir, tidak
salah sie merayakan natal dengan
pesta. Toh, uang yang digunakan milik kita pribadi. Tapi
pernahkan kita bertanya apa yang diinginkan sang bayi? Ataukah kita hanya sibuk
dengan keinginan kita sendiri? Sekali
lagi tidak salah, tapi aneh saja. Masakan yang berhari
ulang tahun
harus duduk di pojok
sambil memperhatikan kita
merayakan ulang tahun-Nya. Masakan sang
bayi yang menjadi focus utama perayaan hanya menjadi
penonton dan pelengkap
saja. Aneh bukan? Tapi inilah realita yang terjadi dalam
penghayatan kita. Kita
yang katanya “merayakan
ulang tahun-Nya” tidak
mau tahu dengan apa yang diinginkan
oleh Dia yang berhari ulang
tahun. Bagi kita yang penting keinginan
tercapai, kita pun gembira,
puas, plus “kantong kita bocor”.
Marilah kita merenung sejenak. Pernahkan
kesederhanaan dan keprihatinan natal
kita rasakan sekarang ini?
Pernahkan damai natal membalut relung hati kita? Dan, pernahkan
kesunyian natal memberikan inpirasi bagi kita untuk
berbagi dengan sesama? melalui perikop pembacaan kita
sekarang ini, Sejenak. Kita harus
kembali memikirkan makna natal sebenarnya; menyediakan waktu untuk kembali
merenungkan mengenai motivasi kita dalam menyambut dan merayakan Natal. Sebenarnya;
Natal Bukan terletak pada seberapa wah
kita merayakannya, tapi seberapa kuat sang bayi yang lahir dalam kesederhanaan,
dan keprihatinan ribuan tahun lalu, menyentuh hati kita. Natal bukan hanya
kemewahan, dan kebahagiaan, tapi natal juga adalah kesederhanaan dan
keprihatinan. Natal bukan hanya tentang kita; tapi, tentang Dia yang lahir.
Natal bukan hanya seberapa bahagia kita; tapi, seberapa bahagia orang lain
karena kita.
Akhirnya, Slamat menyambut dan menghayati peristiwa
natal. (FPK)
No comments:
Post a Comment