Wednesday, November 9, 2011

Juanda-Kota Batu


Sore ini. Aku menginjakkan kaki di bandara internasional Juanda, Surabaya. Pengalaman indah dan berharga kembali tergambar dalam lembar kehidupanq. Setelah pengambilan bagasi, kami pun langsung bergegas meninggalkan bandara Juanda menuju kota Batu mengunakan bus pariwisata yang mewah, ber-AC dan sangat nyaman.
Dalam perjalanan ini, awalnya aq terkagum-kagum dengan fasilitas jalan yang kami lalui; terutama Jalan tolnya. Namun, selang beberapa menit kemudian, mulai kelihatan “asli”nya kehidupan kota besar. Dikejauhan, mulai nampak pemukiman padat penduduk yang “memprihatinkan”. Di bawah jalan tol yang kami lalui, “tersembunyi” pemukiman penduduk yang “bersesak-sesakkan” satu dengan yang lainnya. Perjalanan ini memperlihatkan 2 sisi berbeda; Kemewahan dan kemegahan, kemiskinan dan keterbatasan. 2 sisi kehidupan yang seolah-olah telah menjadi ciri khas kota besar di Indonesia.
Setelah 1 jam lebih dalam perjalanan, sampailah kami di lokasi yang beberapa waktu lalu; bahkan sampai sekarang pun, masih menjadi berita hangat media-media nasional. Yup, luapan lumpur Lapindo. Terlihat jelas tanggul raksasa dibangun di sisi kiri jalan raya Sidoarjo-Porong-Gempol ini. Menurut informasi, setiap tahun tanggul ini dibangun semakin tinggi; sesuai dengan bertambahnya luapan lumpur Lapindo. Daerah yang kami lewati ini benar-benar menggambarkan sebuah daerah bencana, sebuah bencana besar yang sangat memprihatinkan. Sekilas daerah ini terlihat seperti kota mati. Rumah tinggal maupun tempat-tempat usaha yang berada di daerah ini nampak kosong, padahal jika diperhatikan rumah-rumah itu masih sangat layak untuk ditinggali.
Ada hal unik dibalik bencana lumpur ini. Tanggul yang besar dan luapan lumpur yang tidak mau berhenti, oleh sebagian orang dijadikan sebagai mata pencahariaan. Memang. Kenyataanya, lumpur Lapindo telah menjadi “primadona” untuk dikunjungi sejak pemberitaan besar-besaran media nasional mengenai bencana luapan lumpur ini di waktu yang lalu. Banyak orang ingin datang dan menyaksikan dari dekat luapan lumpur ini. jujur, aq sendiri sangat ingin berkunjung ke tempat ini hanya untuk menyaksikan langsung luapan lumpur Lapindo ini. Bagiku, Sungguh Ironis; tempat bencana menjadi tempat “wisata”. Namun, itulah yang terjadi.
Perasaan ini sungguh tersentuh menyaksikan penduduk Sidoarjo, Porong dan Gempol berjuang hidup ditengah-tengah bencana lumpur Lapindo. Rumah-rumah penduduk yang tak bertuan, dan tanggul raksasa yang berdiri megah itu, menjadi symbol beratnya pergumulan yang dihadapi penduduk Sidoarjo, porong, Gempol ini.
Hati ini tidak henti-hentinya menaikkan ucapan syukur pada-Nya; Selain atas kesempatan, perjalanan, dan pengalaman menginjakkan kaki di daerah yang baru; juga karena bisa tinggal dan menetap di daerah yang sejuk, subur, dan nyaman, yaitu; Minahasa.
Menyusuri jalan raya Sidoarjo-Porong-Gempol, pemandangan yang lebih memiriskan lagi terpampang jelas di hadapanku. Tidak lagi berhubungan dengan luapan lumpur Lapindo melainkan perjuangan manusia mempertahankan kehidupannya. Dari bus yang kami tumpangi, terpampang “drama” kehidupan yang memprihatinkan. Dari tempat dudukku yang nyaman ini, nampak 2 orang bapak yang mengangkat sayur-sayuran dengan susah payah. Sayur-sayuran itu terjatuh, dan berhamburan di jalan raya. Yang memiriskan tidak ada yang memperdulikan kejadian itu; tidak ada yang menawarkan apalagi memberikan bantuan. Beberapa waktu kemudian, terlihat juga seorang ibu yang mengendong anaknya yang masih balita. Dengan muka memelas, sang ibu meminta-minta di jalan raya ini. Beberapa ratus meter kemudian, terlihat olehku seorang bapak yang bongkok, tidak berpakaian, tersenyum getir mengharapkan belas kasihan pengguna jalan. Tidak jauh dari sang bapak yang bongkok, seorang penjual air mineral terlihat bahagia ketika jualannya laku terjual seharga 4 ribu rupiah. Beberapa meter kemudian kembali nampak seorang ibu dengan anaknya mengharapkan belas kasihan orang. Apa yang mereka lakukan dan perjuangkan; Berpanas-panasan, bermandikan debu, dan membahayakan jiwa, tidaklah sebanding dengan apa yang mereka peroleh. Teryata….Di tengah-tengah jalan raya yang semberawut, penuh kemacetan, padat, dan berdebu ini, tersembunyi kisah perjuangan yang berat dari anak manusia untuk mempertahankan kehidupan. Hati kecil ini pun berujar;”oh Tuhan, sebegini menakutkankah hidup di tengah-tengah dunia ini”?.
Semakin lama perjalanan ini, nuansa pedesaan mulai menjemput. Hamparan sawah yang berada di antara perumahan penduduk, sedikit menyejukkan suasana dan perasaan ini. Pemandangan ini mulai menenangkan jiwa. Jalanan yang kami lalui mulai menanjak, jalan dan perumahan yang padat, semberawut dan tidak teratur, mulai digantikan dengan suasana pedesaan yang menyejukkan hati dan jiwa. Mentari pun mulai kelelahan memancarkan sinarnya, bersiap untuk masuk dalam peraduannya. Sebuah tanda bahwa malam kan segera menjelang.
Ketika mentari sudah benar-benar terbuai dalam peraduannya, sampailah kami di kota Batu. Terpampang sebuah tulisan yang sangat besar, Kota wisata Batu. Udaranya sejuk. Pemandangan alamnya mempesona. Sekilas, menurut penilaianku, kota batu memang layak menyebut dirinya sebagai kota wisata. Kota yang sejuk, indah dan mempesona. Jalanannya pun tertata dengan rapi. Tidak nampak kejadian-kejadian memprihatinkan seperti yang kusaksikan ketika melewati jalan raya Sidoarjo-Porong-Gempol. Penduduk kota batu nampak lebih sejahtera. Memasuki Kota Batu mengingatkanku pada kota Tomohon; tempat dimana aq menghabiskan 6 tahun kehidupanku untuk kuliah memperjuangkan masa depan. Suasananya, kesejukkannya; sungguh sangat mirip. Namun, berkaitan dengan sarana dan prasarana public, kota Batu beberapa langkah lebih maju dari kota Tomohon.  
Akhirnya. 3 jam lebih dalam perjalanan darat Juanda-Kota Batu mengunakan bus pariwisata yang mewah, ber-AC, dan sangat nyaman ini, banyak pelajaran dan pengalaman menyentuh hati yang kuperolah. Pelajaran dan pengalaman ini memunculkan refleksi hidup dan ucapan syukur dalam diri ini. Dapat menyaksikan Bencana besar yang merenggut harta dan Kenyamanan kehidupan, membawa perenungan dalam diri betapa beruntungnya aq yang hidup, menetap dan memperjuangkan kehidupan di tanah yang kaya; Minahasa. Menyaksikan perjuangan “mereka” ditengah-tengah kesemberawutan jalan raya Sidoarjo, Porong, Gempol, membawa ucapan syukur dalam diri  atas apa yang telah kualami dan kumiliki sekarang ini. Bisa merasakan kesejukkan dan kenyamanan kota batu, bagiku merupakan sebuah pengalaman yang tak akan terlupakan. Realita-realita kehidupan yang kusaksikan selama perjalanan dari bandara internasional Juanda ke kota Batu, setidaknya memberikan motivasi bagiku untuk terus berusaha mengejar masa depan yang lebih baik. Selain itu, membuatku belajar lebih peka melihat kesulitan sesama. Dan tentu saja, selalu mengucap syukur atas apa yang kuperoleh dan kumiliki saat ini. (FPK)



Sebuah catatan “memiriskan” dari perjalananku
yang membahagiakan. ty God :-)
Batu, 10 -13 Oktober 11

Friday, July 29, 2011

Ty God atas pengalaman ini (Selesai)


            Hari terakhir di Sidney. Pagi ini, kami masih menyempatkan diri untuk jalan-jalan., Apalagi hari ini paddys market buka. Kata “mereka”, tempat itu merupakan surga belanja oleh-ole yang hanya buka beberapa hari dalam seminggu. Itulah mengapa sehingga kemarin kami tidak bisa belanja ole-ole di paddys market karena masih tutup. Dan benar juga sie, di Paddys market barang-barang yang dijual lebih murah sedikit dibandingkan toko-toko yang lain. Paddys market ini merupakan kumpulan pedagang yang berjualan barang-barang/souvenir khas Ausie. Hehehehhe… klo di manado, mirip2 pedagang kaki lima. Yup, nyatanya memang bagitu, semua pedagang di paddys market membuka lapak-lapak kecil untuk mereka berdagang. Wkwkwkwkwk… karna dollar sudah menipis akibat “berperang” kemarin, Jadi cuman iko mata sambil cuci mata.
Selesai jalan2 n shopping kecil-kecilan kami kembali ke hotel untuk berkemas. Berakhir sudah perjalanan indah ini. Pagi ini kami sudah harus menuju bandara internasional Sidney. Kami sudah harus segera Cek in lebih awal karena penerbangan internasional agak sedikit ribet; jaga-jaga agar jangan sampai kelebihan bagasi; dengar-dengar jika kelebihan bagasi bayarannya luar biasa mahal. Dan, menjaga supaya jangan lagi ketinggalan pesawat. Wkwkwkk… suka tatambah libur di ausie ngow?
Setelah proses cek in selesai, terdengar sebuah pengumuman; Jadwal penerbangan ke Jakarta ditunda sekitar 2 jam. Tak masalah! Toh, detik2 terakhir meninggalkan Sidney. Sambil menunggu penerbangan, kami bermain kartu. Wkwkwkwkwkwkkwk… Permainannya unik. Menghitung! Menghitung? Ia, menghitung. Menghitung 1 sampai 13 dan apabila hitungannya sesuai dengan nomor kartu yang keluar semua berebutan menaruh tanganx di atas kartu yang terkumpul. Siapa yang paling terakhir menaruh tangannya “memakan” semua kartu yang diperebutkan. Siapa yang paling banyak “memakan” kartu dialah yang kalah. Dan, harus bersedia mengajak seorang “bule” untuk foto bersama. Hehehehehe… terbayang bukan bagaimana serunya permainan ini dan  lucunya ganjaran yang diberikan. Harus merangkai kata untuk berdiskusi dengan bule. Parahnya, disaksikan oleh seluruh tim. Sebenarnya ganjaran ini menyenangkan kok. Selain melatih percakapan bahasa inggris juga melatih keberanian. Ok! Semua setuju. Bermain! Wkwkwkwkwkwk… ketika ganjaran “dieksekusi” sungguh menghibur. Ada “bule” yang menolak, dan kebanyakkan sie langsung menerimanya. Ada juga yang bertanya “just a game?” Hahahaha… “Yes-Yes”. Memang sebuah permainan yang menghibur. 
Waktu berangkat pun tiba. Pesawat take off siang hari waktu Ausie. Pesawat yang sama ketika mengantarkan kami ke Ausie, Pesawat ini jugalah yang mengantarkan kami pulang ke Indonesia. Karena berangkat siang agak sore dari sidney jadi kami tidak membutuhkan waktu untuk tidur. Secara pribadi 8 jam di atas pesawat dihabiskan dengan bermain Game, nonton film n mendengarkan lagu. 8 jam di atas pesawat ini, terasa seperti di rumah sendiri. Terasa sangat nyaman. Penumpangnya dibuat bagaikan seorang raja. Wkwkwkwkwk… semuanya lengkap. Dan jika butuh sesuatu tinggal bilang. Tapi harus dengan bahasa inggris atau, bahasa isyarat. Hahahahahahahaha… kejadian yang aq alami, monitor TV yang ada di hadapanq error. Wkwkwkwkwkwk… nentau ini karna apa. Maraju stow karna so lama ada pake ndak brenti-brenti. Wkwkwkwkwkwk… terpaksa minta bantuan pa pramugari. Wkwkwkwkwkwk… seru pokoknya berkomunikasi dengan mereka. Mereka pun dengan senang hati dan senyum ramah membantuq. 15 menit kemudian monitor dihadapanq sudah bisa digunakan lagi. Aq melanjutkan bermain game, cuman itu yang menarik.  
Jakarta, menanti. Sebentar lagi, Berakhir sudah perjalanan indah di Ausie. Kapan lagi bisa menginjakkan kaki di ausie, ya? Wkwkwkwkwk… blum tahu kapan! dan bisa jadi ini pengalaman pertama dan terakhir. Namun aq bersyukur dapat memperoleh pengalaman ini. keletihan melanda tubuh ini tapi kebahagiaan tergores nyata di hati ini.
Pesawat pun mendarat di bandara internasional Soekarno-Hatta. Perjalanan yang indah dan berkesan berakhir sudah. Ty god atas pengalaman ini.

Selesai.  
Rabu:13-4-2011

“Mereka”


Nasi di meja makan kita terasa sangat pulen dan nikmat. Tapi tahukah kita bagaimana sulitnya “mereka” sampai nasi ini bisa sampai di atas meja makan kita?
Sebelum matahari keluar dari peraduannya, “mereka” telah memulai aktivitasnya. Ketika pun mentari sudah lama terbuai dalam tidurnya, ada sebagian dari “mereka” yang masih saja sibuk bekerja. Setiap hari tubuh “mereka” dipenuhi keringat. Kulit mereka terbakar dikala sang mentari bersinar terik, dan kebasahan ketika alam menangis. Pakaian yang kusut dan penuh lumpur adalah baju dinas “meraka”.
Jangan Tanya soal keahlian “mereka”! Pengalaman membentuk “mereka” menjadi sangat ahli di bidangnya. “Mereka” tahu kapan harus mulai menanam. Kapan harus memberi pupuk. Kapan harus menuai.
Ketika padi yang “mereka” tanam dengan kerja keras mulai menguning, “mereka” pun bisa sedikit tersenyum. Ketika bulir-bulir yang seperti “emas” itu mulai dituai, Kebahagiaan dan kebanggaan memancar dari raut wajah “mereka”.
Anehnya, tempat dimana “mereka” bekerja bukanlah milik kepunyaan “mereka”. Lebih memiriskan lagi, usaha dan kerja keras “mereka” tidak sesuai dengan apa yang “mereka” dapatkan. Bahkan terdapat saat-saat tertentu “mereka” harus bergumul karena panen yang tidak  membahagiakan. Dan, tidak jarang “mereka” harus menderita karena gagal panen. Tapi apakah semangat “mereka” luntur? Tidak! semangat dan kerja keras “mereka” selalu nampak. Ketabahan selalu menjadi bagian kehidupan “mereka”.
Siapa “mereka”? Merekalah petani penggarap.  

Siapa yang harus disalahkan untuk realita kehidupan ini?


Siang ini. Dalam ketidaknyamanan karena Udara yang sangat panas, asap rokok yang berasal dari bapak disampingq, dan harus berdempetan pada kursi paling belakang. Terdengarlah percakapan seorang bapak dengan “knek bus” yang aq tumpangi ini.
-          Masih skolah?
So ndak.
-          Konk brapa ja dapa 1 hari dank?
50.000 ribu.
Percakapan mereka pun terus berlanjut. Sang “knek” kelihatannya cepat akrab dengan semua orang yang baru ditemuinya.
So umur brapa nga?
8 juli bulan depan, so 12 taon.
Yang menarik perhatianq adalah sosok “knek” yang ternyata adalah seorang anak yang belum genap 12 tahun; yang telah berhenti sekolah dan memiliki penghasilan 50.000 sehari. Bagiq, ini merupakan sebuah realita kehidupan yang sangat “unik”; jika tidak ingin dikatakan memprihatinkan. Anak seusianya belum waktunya bekerja, apalagi bekerja sebagai seorang “knek” yang lebih mengutamakan kekuatan fisik daripada skill. Anak seusianya harus berada di sekolah; belajar, dan bermain. Harus berada di rumah; tidor siang, tertawa bersama sahabat2-nya, dan mendapatkan perhatian orang tua. Tempatnya bukan di bus ini. Anak seusianya belumlah pantas memegang uang 50.000 sehari! Untuk apa? Belumlah pantas seorang anak sepertinya memegang uang sebanyak itu. Masih untung jika uang sebanyak itu diberikan kepada orang tuanya tapi jika hanya untuk “jajan”, mungkin terlalu berlebihan.
Sangat disayangkan. Anak yang cepat akrab dan kelihatan pintar ini harus mengorbankan masa depannya untuk menjadi seorang “knek”.
Siapa yang harus disalahkan untuk realita kehidupan ini?
Sabtu, 25/06/2011

Berpengangan Tangan


Sore ini, ketika udara dingin menusuk sampai ke tulang. Terlihat olehq suatu pemandangan “unik” yang menyentuh hati. Terlihat opa dan oma sedang berjalan berpegangan tangan. 
Bagiq, peristiwa ini benar-benar sebuah pemandangan yang langkah. Aq tidak mengenal kedua orang tua ini dan tidak tahu kemana tujuan mereka, tapi apa yang kusaksikan dari teladan hidup mereka benar-benar menyentuh perasaanq. Aq hanya berpapasan sekali ini saja dengan mereka, dan tidak mengetahui latar belakang keluarga dan kehidupan mereka. Namun aq mendapatkan pelajaran berharga dari sikap yang mereka tunjukkan sore ini.
Sungguh aq sangat kagum kepada mereka. Jalan yang tidak cepat bahkan terlihat tertatih-tatih dan ngos-ngosan, keriput, dan kelemahan fisik; tidak menghilangkan kemesraan mereka. Benar-benar sebuah pemandangan yang unik…
Semoga… Amin J
Selasa, 19 July 11

“Ta Kira Lay”

Pagi ini, dering hand phone yang memecah kesunyian pagi membangunkanq. Mata ini belum mau terbuka, tubuh ini masih berat karena masih terbuai dengan nyamannya tempat tidur, pikiranq masih mengawang dan belum sadar sepenuhnya karena masih ingin berlama-lama dalam dunia mimpi. Tapi… telpon ini harus kuangkat…
Dengan berat hati ku angkat hand phoneq.
“hallo, selamat pagi”. Yup. Inilah kalimat pertamaq di pagi ini.
“hallo, selamat pagi, boleh mo hadir di polres”. Itulah kalimat yang keluar dari HPq.
Mata yang tadinya masih terpejam tiba-tiba terbelalak. Pikiran yang tadinya masih mengawang langsung sadar. Aq berpikir, ada apa ini? Qpa musti pigi di polsek dank? Secara aq bukanlah orang yang suka berbuat criminal, ndak suka mabuk-mabukkan, tidak merokok, menghindari perkelahian tapi mengapa dipanggil ke polsek?
Memang sie, adakalanya aq sering melanggar peraturan lalu lintas karena tidak mengunakan helm saat mengendarai motor; Tapi hanya itu! Apakah karena pelanggaran itu aq dipanggil ke polsek, ya? Wow… jadi penasaran ini.
“Ia, bu”. itulah jawabanq mengakhiri percakapan pagi ini.
Jadilah pagi ini aq duduk di aula polres minahasa. Oh, ternyata pertemuan aparat kepolisian dengan tokoh agama, masyarakat dan pemuda. Acara pengumpulan pendapat masyarakat tentang tugas polri; Aq hanya sekedar menghadiri saja. Hehehehe… “ta kira lay”.
04;25;05;11

Tambelang


Satu hal yang kupinta menikmati bait-Mu Tuhan…
Lebih baik satu hari di pelataranmu,
Dari pada seribu hari ditempat lain,
Sebait lagu rohani yang melantun indah dari corong gereja pagi ini. Lagu pujian yang mengantarkan sebagian orang beraktivitas. Sebagian lagi? Mungkin Masih terbuai dalam mimpi indahnya. Wkwkwkwk… Geliat masyarakat mulai terasa seiring sang mentari bergerak naik menampakkan wajah cerianya. Lampu jalanan masih menyalah walaupun wajah bumi sudah sangat terang. Banyak kendaraan sudah mulai bergerak mengikuti kehendak pemilik dan pengemudinya.
Pagi yang indah di Tambelang, Tompaso. Di desa ini pengalaman baru kembali tergores indah dalam lembar kehidupanq. Apa itu? Hehehehe… tadi malam aq menjadi pemateri untuk pertama kali dalam hidup. Mudah-mudahan masih ada yang ke-dua, ke-tiga, dan seterusnya! Amin. Yup, tadi malam aq membawakan materi dalam LKPG, Latihan Kepemimpinan Pemuda Gereja se-wilayah Tompaso. Awalnya, Gugup sie. Tapi selanjutnya, begitu menggoda. Wkwkwkwkwkkwk…  Ty God untuk pengalaman ini.  
06;04;12;10

Monday, July 25, 2011

Aq Kagum Padanya


Hari ini aq melakukan pelayanan perkunjungan orang sakit. Pelayanan yang sudah biasa ku jalani ketika memberi diri membantu pelayanan di jemaat GMIM Tiberias Kiniar. Setelah berdoa, sang ibu mulai curhat mengenai perasaannya. Ia mulai menceritakan bagaimana kejadian sampai bapak bisa mengalami kecelakaan dan bagaimana perasaan yang dirasakannya ketika mendengarkan peristiwa kecelakaan itu untuk pertama kali. Mendengarkan cerita sang ibu, pikiran ini melayang pada peristiwa 5 tahun lalu, peristiwa kecelakaan yang membawa “awan mendung” dalam kehidupan keluargaq. Serasa apa yang dirasakan sang ibu dapat aq mengerti. Aq pun pernah merasakannya; bagaimana kagetnya, gugupnya, takutnya ketika menerima kabar mengenai kecelakaan seorang anggota keluarga.
5 tahun yang lalu…. Saat bersantai di rumah, telpon genggamq berbunyi. Ternyata dari ibu. Kuangkat, dan aq menerima kabar yang mengejutkan. Ibu mengabarkan bahwa mereka baru saja mengalami kecelakaan motor ketika akan menuju ke tempat kerja. Ku perjelas dulu! Saat itu, ibuq ditugaskan di sebuah daerah yang jauh. Ya, sekitar 3 jam perjalanan darat dari tempat tinggal kami. “kebetulan” daerah itu merupakan tempat kerja ayahq dahulu. Ayahq tahu betul seluk beluk daerah itu. Jadi, ayahq mengantar ibu ke tempat kerjanya. Dan, dalam perjalanan terjadilah kecelakaan itu.
Ketika menerima kabar kecelakaan itu, serasa dunia ini akan runtuh. Tak ada tangisan, namun seolah-olah dunia berhenti seketika. Secara spontan aq pun menanyakan kabar mereka berdua. Ibuq hanya menjawab “ndak apa-apa jo”. Mendengarnya, perasaan ini sedikit tenang. Kembali ibu mengabarkan bahwa mereka tidak akan pulang ke rumah karena harus menginap di suatu daerah untuk mengobati kaki ayah yang bengkak akibat kecelakaan itu. Kecemasanq sedikit terobati. “Oh, ternyata ndak apa-apa jo”.
Disinilah “mendung” dalam keluargaq dimulai. Ternayata cedera yang menimpa ayahq sangat parah. Kaki kirinya bukan hanya keseleo atau luka ringan, namun benar-benar cedera yang parah. Tulang tempurungnya hancur, nyata dari bengkak yang tidak kunjung turun dan malahan semakin memprihatinkan. Karena masukkan dari saudara-saudara dan orang lain, jalan tradisional masih ditempuh dengan harapan tentu saja mendapatkan kesembuhan. Karena memilih cara tradisional 3 kali dalam seminggu harus menyewa mobil ke tempat pemijatan. Selama pengobatan hati ini tersiksa melihat kaki ayah yang tidak kunjung sembuh. Bahkan, lebih memprihatinkan. Ditambah lagi kepercayaan diri dan keyakinannya mulai menurun. Penyesalan dan mempersalahkan selalu muncul dalam dirinya yang tertuang lewat kata-kata yang menyakitkan dan menusuk sampai ke hati. Banyak hal-hal ngawur yang keluar dari mulutnya. Semuanya menyakitkan dan menusuk sampai ke hati. Bahkan pernah terlontar kalimat untuk mati saja. Aq mencoba memahami sikapnya saat itu. Ia sakit, dan membutuhkan perhatiaan. Aq mencoba memposisikan diri pada posisinya. Ia memang tidak bisa berjalan, bahkan bergerak sedikit saja sangat sulit. Kakinya semakin bengkak, seperti “bantal guling” besarnya. Ya… sangat sulit pergumulan yang dihadapinya; aku mencoba memahami sikapnya.  Tetapi tetap saja, sungguh sulit bagi keluargaq. Suasana rumah saat itu sangat memprihatinkan. Mengurus orang sakit di rumah bukanlah sebuah perkara yang mudah. Ditambah dengan keluhan-keluahan yang menyayat hati; yang bukannya membesarkan hati malahan semakin menyakitkan ketika mendengarnya. Lengkaplah sudah penderitaan yang dirasakan saat itu.  
Natal Tahun itu pun tiba. Natal tersuram dalam kehidupan keluargaq. Pohon natal memang dipasang tapi seolah-olah hanya menjadi penghiburan ibuq yang mengurus orang sakit. Tidak ada kebahagiaan. Makanan dan kue natal terasa tanpa hambar. Bagi keluargaq, Natal tahun itu benar-benar natal yang bergumul.
Ketika kesembuhan tidak juga diperoleh dengan cara tradisional setelah berusaha selama 2 bulan. Cara medis pun ditempuh. Setelah di rontgen dan diperiksa oleh dokter yang benar-benar ahli, ternyata kaki ayahq harus segera dioperasi kalau tidak; kemungkinan besar bisa diamputasi. Operasi yang akan dilakukan bukanlah operasi ringan melainkan operasi berat yang sedikit rumit. Ini disebabkan karena cedera yang dialami sudah dibiarkan tanpa pengobatan medis selama 2 bulan. Sudah ada bagian-bagian yang agak membusuk. Kabar ini tentu saja semakin mengecewakan dan menyakiti  perasaan ayahq dan tentu kami sekeluarga. Kesulitan dan pergumulan semakin menggunung. Perawatan yang dahulunya dilakukan di rumah, sekarang berpindah di rumah sakit yang tempatnya jauh dari tempat tinggal kami. Jadilah kami menjaga sang ayah di rumah sakit. Penyesalan dan keluhan-keluhan yang menyayat hati masih saja keluar dari mulut ayahq.
Operasi pun dilakukan dan sukses. Namun masa-masa kelam belum berakhir. Masa-masa ketika berada di rumah sakit dan pasca operasi benar-benar merupakan masa yang paling sulit dan menjatuhkan mental. Proses pemulihan yang lama setelah operasi membuat kami harus menjaga ayah di rumah sakit. Jauh dari rumah. Saat itu sosok yang paling sibuk, berjuang dan tertekan adalah ibuq. Dialah orang yang paling setia menjaga ayah di rumah sakit; baik siang maupun malam. Sosok yang paling banyak mendengarkan keluhan-keluhan dan penyesalan ayahq. Mengingat kembali masa-masa itu, aq benar-benar kagum pada sosok ibuq. Dia tetap setia menjaga dan merawat ayahq. setiap orang yang datang menjenguk memberikan penguatan kepada ayah dan berucapan “semoga cepat sembuh”. Namun, tidak ada seorang pun yang menyadari pergumulan ibuq. ibu kelihatan sangat capek dan bergumul ketika mengurus dan menjaga suami tercinta. Bagiq, dia sosok wanita perkasa.
Hari demi hari, bulan demi bulan berlalu dengan sangat cepat. Pemulihan mulai menampakkan hasil yang memuaskan. Bengkaknya mulai turun. Ayahq mulai bisa tersenyum. Luka operasi mulai kering dan gips yang dipasang bisa dikeluarkan. Tongkat selalu menemani aktivitas ayahku yang masih sangat terbatas.
Satu tahun berlalu setelah dioperasi. Ketika platina yang ditanam di kaki ayahq dilepas dan luka bekas operasi ke-2 itu mengering. “Awan gelap” yang menutupi kehidupan keluargaq mulai tertiup angin. Sinar mentari mulai nampak kembali dalam kehidupan keluargaq. Walaupun ayah masih sering mengeluh dengan kondisi kakinya dan kepercayaan dirinya sedikit menurun karena harus berjalan pincang, tapi kehidupan keluarga kami mulai kembali berjalan normal.
Bekas luka operasi itu masih ada sampai sekarang. Bahkan kaki kiri ayahku sudah tidak normal lagi; pincang dan tidak bisa dibengkokkan lagi. Namun semua pergumulan selama 2 tahun itu mampu kami lewati. Dari peristiwa ini aq belajar, mengenai pergumulan dan kebahagiaan yang datang silih berganti ketika menjalani kehidupan di dalam dunia. Bagiq secara pribadi, Mengingat kembali peristiwa 5 tahun lalu, rasanya air mata ini akan jatuh. Peristiwa yang membawa keyakinan dalam diri bahwa Dia merancangkan sesuatu yang indah bagi keluargaq. Bagi ayahq, peristiwa itu membuatnya belajar untuk lebih berhati-hati, dan lebih menikmati hidup apa adanya. Bagi ibuq, peristiwa itu adalah sebuah perjuangan berat. Aq kagum padanya. Bagi keluargaq, menjadi pengalaman yang sangat berharga.
Saat ini, Ayahq bisa kembali beraktivitas seperti biasa. Jalan yang pincang selalu mengingatkannya akan masa kelam yang berhasil dilalui. Bekas luka di kakinya akan selalu mengingatkannya akan kesetiaan dan perjuangan istri yang setia. Kehidupan keluargaq kembali normal bahkan terasa lebih indah dan bahagia. Diatas semuanya itu, segala pujian, hormat dan kemuliaan hanya kunaikkan kepada-Nya. Dialah yang memampukan keluargaq melewati pergumulan terberat dalam kehidupan kami.

Ketika pun mendengar curhat sang ibu saat perkunjungan ini, rasanya aq paham dengan apa yang dirasakannya. “perjuangan seorang istri menjaga suami yang terbaring sakit”.  

05-09-06-11

Pilih mana?


“Hidup adalah pilihan”. Yup, itulah salah satu dari sekian banyak arti mengenai kehidupan. Itu jugalah yang aq rasakan pada moment2 tertentu dalam hidupq. Salah satunya, ketika masa pelayanan ku di jemaat akan berakhir. 7 bulan telah kujalani guna membantu pelayanan jemaat. Dihadapanq terpampang sebuah pilihan; apakah mau melanjutkan ataukah berhenti dalam pelayanan ini? Waktu itu, sangat sulit bagiq untuk menentukan pilihan. Melayani ternyata bukanlah hal yang mudah, sungguh sulit. Namun jika akan berhenti, tentu warna dalam kehidupan akan kembali berkurang.
Hidup adalah pilihan, dan setiap pilihan yang diambil tentu memiliki konsekuensinya. Yup, itulah yang kurasakan saat itu. Ketika aq memilih untuk melanjutkan pelayanan, konsekuensinya aku benar-benar harus memberi diri dalam pelayanan. Rajin melakukan perkunjungan HUT dan aktif dalam pelayanan gereja.  Namun, selama 7 bulan melayani ada masa2 tertentu ketika kejenuhan itu menghampiri. Ada masa2 tertentu ketika ketidak percayaan pada diri sendiri menyerang. Ada masa dimana aq jatuh dan tersungkur. Kejenuhan, dan tidak percaya diri inilah yang membuat aq sulit mengambil keputusan. Aq takut ketika memilih untuk melanjutkan pelayanan; aq tidak bisa menjalankannya dengan baik.
Langsung jo kuah jangan bertele-tele!!! Jadi ada lanjut jow ato brenti ini? Hehehehehe… okok J pilihanq adalah melanjutkan pelayanan. Sebenarnya dari awal aq lebih condong untuk melanjutkan pelayanan ini. Aq hanya mencoba untuk meyakinkan dan mempersiapkan diriq untuk menerima konsekuensi yang akan kuhadapi ketika memilih melanjutkan pelayanan ini, yaitu: Benar-benar melayani dengan sungguh. 
Sekarang, 3 bulan setelah memasukkan permohonan perpanjangan pelayanan tanpa batas waktu. Aq merasa telah mengambil keputusan yang benar untuk tetap melanjutkan pelayanan.  Chayoo J tetap semangat J

Sunday, July 24, 2011

Makank2


Setelah memberi diri dalam pelayanan jemaat, hampir setiap hari musti makank malam di rumah jemaat. bagitu lay pagi, minum teh dan makank kukis pa jemaat pe rumah. yup, dalam setiap perkunjungan HUT ada saja berkat yang keluarga sediakan. Bahkan setiap pulang dari pelayanan ada saja bungkusan yang ku bawa. Hehehehehe… berkat dunk J Namun hal yang paling kusyukuri dalam pelayanan ini adalah pengalaman yang ku rasakan. Hehehhe.. memang beda katu di kampuz deng di jemaat. setelah di jemaat aq lebih mengenal karakter jemaat dan anggota jemaat yang ada. Hehehe… itung-itung pengalaman ketika sabantar memang so musti “butul2” tinggal dan melayani di jemaat.
Eit… berkaitan dengan makank2, dia pe dampak so mulai dapa lia kasiank; Tu berat badan so mulai ta tamba. Wkwkwkwkwk… No Problemo, berkat jangan ja tolak. Klo keluarga so ator di meja sikat! Tu berat badan urusan ka dua. Ty GodJ