Hari ini aq melakukan pelayanan perkunjungan orang
sakit. Pelayanan yang sudah biasa ku jalani ketika memberi diri membantu
pelayanan di jemaat GMIM Tiberias Kiniar. Setelah berdoa, sang ibu mulai curhat mengenai perasaannya. Ia mulai
menceritakan bagaimana kejadian sampai bapak bisa mengalami kecelakaan dan
bagaimana perasaan yang dirasakannya ketika mendengarkan peristiwa kecelakaan itu
untuk pertama kali. Mendengarkan cerita sang ibu, pikiran ini melayang pada
peristiwa 5 tahun lalu, peristiwa kecelakaan yang membawa “awan mendung” dalam
kehidupan keluargaq. Serasa apa yang dirasakan sang ibu dapat aq mengerti. Aq
pun pernah merasakannya; bagaimana kagetnya, gugupnya, takutnya ketika menerima
kabar mengenai kecelakaan seorang anggota keluarga.
5 tahun yang lalu…. Saat bersantai di rumah, telpon genggamq
berbunyi. Ternyata dari ibu. Kuangkat, dan aq menerima kabar yang mengejutkan. Ibu
mengabarkan bahwa mereka baru saja mengalami kecelakaan motor ketika akan
menuju ke tempat kerja. Ku perjelas dulu! Saat itu, ibuq ditugaskan di sebuah
daerah yang jauh. Ya, sekitar 3 jam perjalanan darat dari tempat tinggal kami. “kebetulan”
daerah itu merupakan tempat kerja ayahq dahulu. Ayahq tahu betul seluk beluk
daerah itu. Jadi, ayahq mengantar ibu ke tempat kerjanya. Dan, dalam perjalanan
terjadilah kecelakaan itu.
Ketika menerima kabar kecelakaan itu, serasa dunia ini
akan runtuh. Tak ada tangisan, namun seolah-olah dunia berhenti seketika. Secara
spontan aq pun menanyakan kabar mereka berdua. Ibuq hanya menjawab “ndak
apa-apa jo”. Mendengarnya, perasaan ini sedikit tenang. Kembali ibu mengabarkan
bahwa mereka tidak akan pulang ke rumah karena harus menginap di suatu daerah
untuk mengobati kaki ayah yang bengkak akibat kecelakaan itu. Kecemasanq
sedikit terobati. “Oh, ternyata ndak apa-apa jo”.
Disinilah “mendung” dalam keluargaq dimulai. Ternayata
cedera yang menimpa ayahq sangat parah. Kaki kirinya bukan hanya keseleo atau luka ringan, namun
benar-benar cedera yang parah. Tulang tempurungnya hancur, nyata dari bengkak
yang tidak kunjung turun dan malahan semakin memprihatinkan. Karena masukkan
dari saudara-saudara dan orang lain, jalan tradisional masih ditempuh dengan
harapan tentu saja mendapatkan kesembuhan. Karena memilih cara tradisional 3
kali dalam seminggu harus menyewa mobil ke tempat pemijatan. Selama pengobatan
hati ini tersiksa melihat kaki ayah yang tidak kunjung sembuh. Bahkan, lebih memprihatinkan.
Ditambah lagi kepercayaan diri dan keyakinannya mulai menurun. Penyesalan dan
mempersalahkan selalu muncul dalam dirinya yang tertuang lewat kata-kata yang
menyakitkan dan menusuk sampai ke hati. Banyak hal-hal ngawur yang keluar dari
mulutnya. Semuanya menyakitkan dan menusuk sampai ke hati. Bahkan pernah
terlontar kalimat untuk mati saja. Aq mencoba memahami sikapnya saat itu. Ia
sakit, dan membutuhkan perhatiaan. Aq mencoba memposisikan diri pada posisinya.
Ia memang tidak bisa berjalan, bahkan bergerak sedikit saja sangat sulit.
Kakinya semakin bengkak, seperti “bantal guling” besarnya. Ya… sangat sulit
pergumulan yang dihadapinya; aku mencoba memahami sikapnya. Tetapi tetap saja, sungguh sulit bagi
keluargaq. Suasana rumah saat itu sangat memprihatinkan. Mengurus orang sakit
di rumah bukanlah sebuah perkara yang mudah. Ditambah dengan keluhan-keluahan
yang menyayat hati; yang bukannya membesarkan hati malahan semakin menyakitkan
ketika mendengarnya. Lengkaplah sudah penderitaan yang dirasakan saat itu.
Natal Tahun itu pun tiba. Natal tersuram dalam kehidupan
keluargaq. Pohon natal memang dipasang tapi seolah-olah hanya menjadi
penghiburan ibuq yang mengurus orang sakit. Tidak ada kebahagiaan. Makanan dan
kue natal terasa tanpa hambar. Bagi keluargaq, Natal tahun itu benar-benar natal
yang bergumul.
Ketika kesembuhan tidak juga diperoleh dengan cara
tradisional setelah berusaha selama 2 bulan. Cara medis pun ditempuh. Setelah
di rontgen dan diperiksa oleh dokter yang benar-benar ahli, ternyata kaki ayahq
harus segera dioperasi kalau tidak; kemungkinan besar bisa diamputasi. Operasi
yang akan dilakukan bukanlah operasi ringan melainkan operasi berat yang
sedikit rumit. Ini disebabkan karena cedera yang dialami sudah dibiarkan tanpa
pengobatan medis selama 2 bulan. Sudah ada bagian-bagian yang agak membusuk.
Kabar ini tentu saja semakin mengecewakan dan menyakiti perasaan ayahq dan tentu kami sekeluarga. Kesulitan
dan pergumulan semakin menggunung. Perawatan yang dahulunya dilakukan di rumah,
sekarang berpindah di rumah sakit yang tempatnya jauh dari tempat tinggal kami.
Jadilah kami menjaga sang ayah di rumah sakit. Penyesalan dan keluhan-keluhan
yang menyayat hati masih saja keluar dari mulut ayahq.
Operasi pun dilakukan dan sukses. Namun masa-masa
kelam belum berakhir. Masa-masa ketika berada di rumah sakit dan pasca operasi
benar-benar merupakan masa yang paling sulit dan menjatuhkan mental. Proses
pemulihan yang lama setelah operasi membuat kami harus menjaga ayah di rumah
sakit. Jauh dari rumah. Saat itu sosok yang paling sibuk, berjuang dan tertekan
adalah ibuq. Dialah orang yang paling setia menjaga ayah di rumah sakit; baik
siang maupun malam. Sosok yang paling banyak mendengarkan keluhan-keluhan dan
penyesalan ayahq. Mengingat kembali masa-masa itu, aq benar-benar kagum pada
sosok ibuq. Dia tetap setia menjaga dan merawat ayahq. setiap orang yang datang
menjenguk memberikan penguatan kepada ayah dan berucapan “semoga cepat sembuh”.
Namun, tidak ada seorang pun yang menyadari pergumulan ibuq. ibu kelihatan
sangat capek dan bergumul ketika mengurus dan menjaga suami tercinta. Bagiq,
dia sosok wanita perkasa.
Hari demi hari, bulan demi bulan berlalu dengan sangat
cepat. Pemulihan mulai menampakkan hasil yang memuaskan. Bengkaknya mulai
turun. Ayahq mulai bisa tersenyum. Luka operasi mulai kering dan gips yang dipasang bisa dikeluarkan.
Tongkat selalu menemani aktivitas ayahku yang masih sangat terbatas.
Satu tahun berlalu setelah dioperasi. Ketika platina yang ditanam di kaki ayahq
dilepas dan luka bekas operasi ke-2 itu mengering. “Awan gelap” yang menutupi
kehidupan keluargaq mulai tertiup angin. Sinar mentari mulai nampak kembali
dalam kehidupan keluargaq. Walaupun ayah masih sering mengeluh dengan kondisi
kakinya dan kepercayaan dirinya sedikit menurun karena harus berjalan pincang,
tapi kehidupan keluarga kami mulai kembali berjalan normal.
Bekas luka operasi itu masih ada sampai sekarang.
Bahkan kaki kiri ayahku sudah tidak normal lagi; pincang dan tidak bisa
dibengkokkan lagi. Namun semua pergumulan selama 2 tahun itu mampu kami lewati.
Dari peristiwa ini aq belajar, mengenai pergumulan dan kebahagiaan yang datang
silih berganti ketika menjalani kehidupan di dalam dunia. Bagiq secara pribadi,
Mengingat kembali peristiwa 5 tahun lalu, rasanya air mata ini akan jatuh.
Peristiwa yang membawa keyakinan dalam diri bahwa Dia merancangkan sesuatu yang
indah bagi keluargaq. Bagi ayahq, peristiwa itu membuatnya belajar untuk lebih
berhati-hati, dan lebih menikmati hidup apa adanya. Bagi ibuq, peristiwa itu
adalah sebuah perjuangan berat. Aq kagum padanya. Bagi keluargaq, menjadi
pengalaman yang sangat berharga.
Saat ini, Ayahq bisa kembali beraktivitas seperti
biasa. Jalan yang pincang selalu mengingatkannya akan masa kelam yang berhasil dilalui.
Bekas luka di kakinya akan selalu mengingatkannya akan kesetiaan dan perjuangan
istri yang setia. Kehidupan keluargaq kembali normal bahkan terasa lebih indah
dan bahagia. Diatas semuanya itu, segala pujian, hormat dan kemuliaan hanya kunaikkan
kepada-Nya. Dialah yang memampukan keluargaq melewati pergumulan terberat dalam
kehidupan kami.
Ketika pun mendengar curhat sang ibu saat perkunjungan
ini, rasanya aq paham dengan apa yang dirasakannya. “perjuangan seorang istri
menjaga suami yang terbaring sakit”.
05-09-06-11
No comments:
Post a Comment