Kisah seorang dokter kulit hitam yang dimasa kanak-kanaknya
dianggap sebagai anak yang bodoh. Sosok sang ibu berperan pentink dalam
keberhasilannya. Sang ibulah yang Membimbing dan memotivasi Ben untuk menjadi
anak yang pinter. Benar-benar sosok ibu yang luar biasa; disaat dia harus ke
sekolah dan menerima kenyataan bahwa rapor anaknya kebanyakan bernilai F dan
sedikit diantarax D, tetap sang ibu berkeyakinan bahwa anakx adalah seorang
yang pinter.
Suatu kali, Ketika Ben beribadah ke gereja, sang
pendeta bercerita mengenai seorang dokter misionaris yang dikejar-kejar oleh
perampok. Cerita pendeta itu memotivasi Ben kecil untuk menjadi seorang dokter.
Dengan perasaan meluap-luap, Ben menceritakan cita-citax pada sang ibu. Apa
tanggapan sang ibu?
Ben ;
“ibu, saya ingin menjadi seorang dokter. Seorang dokter misionaris seperti yang
dikatakan pastor kepada saya”
Ibu ;
“kau bisa menjadi apapun yang kau inginkan dalam hidup ini, asalkan kamu
berupaya untuk mengejarnya… Tuhan tidak akan meninggalkan kamu”.
Sang Ibu berperan penting dalam kehidupan Ben. Sang Ibu
mencoba melakukan segala cara agar anaknya dapat berhasil. Namun sebenarnya,
sang ibu juga memiliki banyak pergumulan dalam hidupnya: Harus berperan sebagai
orang tua tunggal, dengan keterbatasan ekonomi. Bekerja membersihkan rumah
orang, dan menjadi penjaga bayi agar dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Pada
masa kecilnya, sang ibu harus tinggal di panti asuhan. Saat berumur 13 tahun
menikah dengan orang yang dicintaix,
hidup bahagia, dengan 2 orang anak. Sampai ia mengetahui bahwa orang yang dicintainya
mempunyai istri dan anak-anak yang lain. Seorang yang buta huruf, dan mengalami
ketakutan berlebihan; jangan-jangan anak-anaknya akan menjadi sama sepertinya. Karena
pergumulan dan tantangan hidupx yang besar, sang ibu bahkan sempat berpikir
untuk bunuh diri. Inilah “curhat” sang ibu ketika bercakap dengan seorang
psikiater; berbicara sambil mencucurkan air mata. Dengan pengakuannya ini, sang
ibu membutuhkan perawatan di rumah sakit jiwa. Namun, semenderitanya sang ibu;
tidak pernah sekali pun ia memperlihatkan penderitaannya ini kepada
anak-anaknya.
Surat Ben kecil kepada ibunya, ketika sang ibu harus
menjalani perawatan di rumah sakit jiwa. Sebuah surat yang membuat ibunya
tersenyum bahagia sampai meneteskan air mata ketika dia berada di rumah sakit
jiwa untuk perawatan selama bebarapa minggu;
Dear mother,
I mis You allredy, I Promiss I will try to do
Beter in shol.
I LOVE YOU
Benny
Keluar dari rumah sakit, sang ibu bekerja pada seorang Professor. Tugasnya
adalah membersihkan rumah besar sang
profesor. Ketika membersihkan perpustakaan sang professor, sang ibu
terkagum-kagum karena ruangan itu dipenuhi dengan berbagai macam buku-buku. Mulailah
sang ibu menyuruh anak-anaknya untuk membaca buku di perpustakaan kota kemudian
membuat garis besarnya. Dengan “ogah-ogahan” anak-anaknya pun melakukan
perintahnya.
Mulailah Ben dan Curtis membaca dan melaporkan
ringkasannya pada sang ibu. Namun uniknya, ketika anak-anaknya meminta bantuan
sang ibu untuk membacakan kata yang sulit, sang ibu selalu berkata; “saya
membutuhkan kaca mata baru. ucapkan itu.”Jadilah mereka anak yang pinter dan
sangat suka membaca.
Hidup Ben pun berubah. Dia menjadi juara kelas. Apakah
tantangan dan pergumulan hidup menghilang? Tidak, di acara pemberian
penghargaan sekolah kepada Ben. Seorang gurux memberikan sebuah pidato yang
sangat menyinggung perasaan Ben dan sang ibu. Karena pidato itulah Kemudian Ben
pindah sekolah, lagi-lagi karena sang ibu yang menginginkan agar anak-anaknya
tidak disepelekan.
Apakah masalahnya selesai? Tidak! Pergaulan… itulah
masalahnya sekarang. Ben oleh teman sekolahnya dipandang sebagai anak yang “Kuper”.
Dia sering diolok teman-temannya karena pakaiannya yang cenderung kuno. Pergaulan…
Membuat Ben menyakiti hati sang ibu, hanya demi mendapatkan sebuah baju yang
baru. Karena sangat menyayangi anakx, dengan uang tabungannya sang ibu
memberikan baju baru untuk Ben. Tapi apa yang Ben lakukan, dia tidak memakainya
karena dirasakan tidak sesuai dengan keinginannya. Pergaulan… Ben hampir saja
memukuli ibu dan kakaknya dengan martil hanya karena baju yang baru dibelikan sang
ibu tidak cocok dengan keinginannya. Pergaulan…
Ben memilih kawan yang salah. Hanya supaya tidak ingin dikatakan kuno. Pergaulan…
Merubah Ben menjadi anak yang nakal. Sangat nakal. Sampai-sampai ia menusuk
temannya dengan pisau hanya karena masalah sepele. Ben berubah: Anak bodoh
menjadi anak pintar, kemudian menjadi anak nakal, bahkan sangat nakal.
Beruntung
bagi Ben… Pisau yang dia tusukkan tidak melukai temannya. Pisau itu patah
mengenai sabuk besi yang dikenakkan temannya tersebut.
Peristiwa itu membuat Ben tersadar. Ben Sadar bahwa
dia tidak bisa mengendalikan emosinya yang meluap-luap. Ditengah kekalutannya
dia berdoa kepada Tuhan untuk menyingkirkan emosi yang meluap-luap dari
dirinya. Dengan memeluk kitab suci dan menyanyikan lagu pujian kepada Allah.
Ben belajar mengendalikan emosinya.
Yale Universitas. Fakultas Kedokteran. Ahli beda otak.
Dengan beasiswa yang didapatnya, Ben berusaha mengejar cita-citanya. Sebagai
penerima beasiswa, nilai yang diperoleh Ben belumlah terlalu memuaskan. Ben
harus memperoleh nilai yang bagus apabila ingin beasiswanya tidak dicabut. Sosok
sang ibu menjadi pendorongnya untuk berhasil menyelesaikan studynya. Dengan
belajar keras; siang, malam bahkan sampai dini hari. Akhirnya, Ben lulus dari
universitas. Menjadi seorang Ahli beda syaraf.
Ditahun 1976, Ben mendaftarkan diri di Johns Hopkins hospital.
Rumah sakit ini hanya menerima 2 murid ahli beda syaraf dalam setahun. Dari 125
peminat, Ben menjadi satu dari dua orang ahli beda syaraf yang terpilih.
Dalam melaksanakan tugasnya, Ben Selalu bekerja dengan
senyuman. Selalu menyapa; Selamat pagi! Ketika sampai di rumah sakit. Selalu
melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh; Persis seperti ibunya. Ben juga
merupakan orang percaya yang sangat taat.
Pendarahan hebat istrinya saat mengandung,
membuatnya mengetahui bagaimana gelisahnya keluarga saat menunggu orang-orang
yang mereka cintai masuk ke ruangan operasi.
Kehilangan calon bayi karena pendarahan sang istri, membuat dia mengerti bagaimana rasanya kehilangan. Ketika mengalami kesedihan
yang mendalam, sang ibu, kembali menguatkan dan menghiburnya. Sama seperti
ibunya, pergumulan yang Ben alami tidak mempengaruhi pekerjaannya. Dia
menjalani pekerjaannya seperti biasa; dengan senyuman dan sapaan ramah setiap
pagi.
Kehilangan calon bayi, memacunya untuk melakukan
operasi pemisahan bagi bayi kembar yang menyatu di bagian kepala. Sebuah
pekerjaan yang mustahil, yang hanya bisa dilakukan oleh dokter beda syaraf terbaik
di dunia. Akhirnya, dengan 22 jam operasi, dengan prosedur yang rumit,
konsentrasi yang tinggi, tim yang besar, dan alat-alat yang lengkap; operasi
pemisahan pun sukses. Terpancar kebahagiaan dari orang tua bayi kembar
tersebut. Ben melakukan tugasnya dengan sempurna.
Keajaiban… kata inilah yang cocok mengambarkan kehidupan
Ben. Hidup Ben, adalah sebuah keajaiban. Hidup dari keluarga miskin, dengan
hanya mempunyai seorang ibu dan seorang saudara, dianggap sebagai anak yang
bodoh, dapat menjadi seorang dokter ahli syaraf. Dan, Dalam pekerjaannya, Ben melakukan
banyak keajaiaban.
No comments:
Post a Comment