Saat lulus SMA, ketika bimbang memilih tempat kuliah. Ada
suara yang berkata; “Di-UKIT”. Yup, UKIT; tempat satu-satunya dimana aku
mendaftarkan diri untuk menjadi calon mahasiswa, Tidak ada universitas lain.
Pilihan yang ditentukan saat sore hari menjemput di depan pelataran rumahq;
Bersama kedua orang tuaku. Respon mereka, baik. Seolah-olah Dia berkata “disitu
tempat terbaik bagimu untuk mempersiapkan diri melalui dunia yang berat dan
jahat ini”. Jujur, saat itu kesulitan dunia belum kurasakan. Yang aku
tahu hanya belajar. Menuntut ilmu. Belum ada pikiran-pikiran yang lain. Belum
terpikir bagiku mengenai jadi apa sabantar. Tiada beban dalam menjalani hidup. Kepolosan
seorang anak mudah.
Sebelum masuk kuliah, seolah Dia berkata; “lihatlah
dunia lain selain duniamu, belajarlah untuk mandiri dan bergaul dengan manusia
yang lain”. Aq pun diberikan kesempatan oleh-Nya untuk keluar dari daerahq
tercinta. Aq memperoleh kesempatan untuk jalan-jalan ke Balikpapan, Samarinda,
dan kutai kartanegara. Selama 3 minggu di Kalimantan timur aku mendapatkan
pengalaman yang indah. Bisa mandiri, berani tampil, saling berbagi dengan
sahabat dan terlebih dari itu membuka dan menambah wawasanq. “Cukup
frany… sekarang saatnya untuk focus pada studymu”. Ya, pulang dari
Kalimantan Timur aku sudah harus masuk kuliah, menjadi orang asing di kampus
UKIT. Maklum aq tidak menikuti ospek dan PMPK. “Aku memang sengaja membuatmu
seperti ini untuk membuatmu lebih dewasa. Kebahagiaan dan pengalamanmu ke
Kalimantan timur ada konsekuensinya, dan inilah itu”.
Seiring berjalannya waktu, Fakultas Teologi menjadi
tempat menyenangkan bagiku. Asrama menjadi rumah kedua bagiku. Di asramalah seluruh
kegiatanku dilakukan, semuanya seolah terjadwal dengan ketat. Waktu seolah-olah
berlalu dengan cepat. Kuliah, makan siang, kuliah, perpustakaan, mesin ketik. “Semua
rutinitas ini untuk kebaikanmu frany” seolah-olah itulah kata-Nya. Yudisium
pertama pun tiba. “oh Tuhan, mengapa
seperti ini?” Nilai-nilaiku hancur. “Memang
hanya sampai disinikah kemampuanku”. Jalan menanjak dari CafĂ© Kalutai menuju bukit Ispirasi menjadi
saksi kekecewaan dan hancurnya diri ini. Dia seolah berkata “terima
saja itu, itulah kemampuanmu sekarang. Lagi pula semua ini kuijinkan agar kamu
lebih giat lagi. Berkaitan dengan nilai-nilai, aku menyiapkan sesuatu untukmu”.
Semester ke-2 pun datang menyapa. Rutinitas kampus pun kembali ku jalani.
Kuliah, makan siang, kuliah, perpustakaan, dan mesin ketik. Namun, ada semangat
lebih pada semester ini. Semangat untuk membuktikan bahwa kemampuanku lebih
dari semua nilai yang kudapatkan pada semester 1. Ya, usaha dan semangatku
untuk mengubah nilai di semester ini berhasil. Nilai-nilaiku baik walaupun belum
membanggakan. “Frany, teruslah berusaha, aku menyiapkan sesuatu yang indah untukmu”.
Dia seolah-olah tersenyum padaku. “Aku akan memberikan pengalaman melayani
bagimu. Semoga pelayanan ini membuatmu belajar melayani dengan sungguh”.
Ya, pada liburan panjang tahun itu kami se-angkatan melaksanakan study
pelayanan di sanger, Tabukan Tengah. Aq mendapatkan tempat pelayanan di
Talengen. Sebuah pengalaman pelayanan yang mungkin tak akan terlupakan.
Pengalaman yang penuh dengan cerita dan tantangan pelayanan. Disinilah aku
belajar untuk memimpin ibadah dan bersosialisasi dengan masyarakat. Sebuah
kisah pelayanan yang membekas di hatiku. Pulang dari study pelayanan selama 1
bulan lebih, rutinitas kampus kembali menyapa. Kuliah, makan siang, kuliah,
perpustakaan, dan mesin ketik. Eits… yang terakhir mulai digantikan dengan computer.
Mesin ketik mulai disinggkirkan. Modernisasi mulai merambah asrama UKIT. Wkwkwkwkwkwk…
walaupun cuman ja pinjam tamang punya. Semester 3 dan 4 bisa dikatakan adalah
semester-semester emasq di kampus tercinta, dari segi nilai. Luar biasa,
sempurna. Anehnya, ketika semua yang aku impikan itu terwujud. Rasa malas dan
pandang enteng mulai kurasakan hinggap dalam kehidupanq.
Semester 5 dan 6 menjadi puncak rasa malas dan bosan
berkaitan dengan perkuliahan, apalagi saat itu aq sudah tidak berada di asrama,
melainkan berada di tempat kost. Prestasi belajarq kembali menurun, namun masih
bisa dikategorikan, baik. Kuliah, memang masih aq ikuti namun terkesan aq tidak
lagi memiliki motivasi lebih untuk kuliah; yang penting so maso klar, duduk, ba
cirita/ ba lamu, pulank. Aku pun mulai mencari tantangan baru. ”tunggu
dulu frany, selesaikanlah dahulu study mu, segala sesuatu ada masanya,
sabarlah.” Kejenuhan mulai menghampiri proses studyku. “okey,
aku akan memberikan kamu pengalaman yang lain untuk menambah wawasanmu dan
untuk menghilangkan kejenuhanmu pada studymu.” jadilah aku menginjakkan
kaki di ibu kota Negara; Jakarta. 3 minggu disana membuat aq belajar bagaimana
kejamnya kota besar. Untunglah aq datang sekarang ini hanya untuk berwisata.
Jadi terasa kota Jakarta bagaikan surga yang indah. Namun aq belajar mengenai
kesulitan merantau dan mengadu nasib di Jakarta. Sepulangnya dari Jakarta; Tetap
saja, study sudah tidak menarik lagi bagiku. Paranya lagi, Pendeta sudah bukan menjadi
tujuanku. “Frany… kamu butuh pengalaman yang mengingatkan kamu mengenai sebuah pelayanan”.
Jadilah aku dan teman-teman melaksanakan PPL di Palu. Harus duduk selama 24 jam
lebih dalam bis dari Manado menuju Palu. “Untuk membuatmu sungguh-sungguh merasakan pelayanan
ini, Aku menyediakan tempat yang special untukmu”. Jadilah aku
mendapatkan tempat pelayanan yang paling terpencil. Susah signal, jalan desa
rusak parah, dan tidak memiliki listrik. Betul-betul sebuah pengalaman pelayanan
yang berharga, membuatq mengetahui bagaimana sulit dan beratnya menerima tugas
sebagai pelayan Tuhan.
Sepulangnya dari PPL aku semakin terauma dengan
pelayanan. Sulit sekali ternyata melayani. Aku ingin bebas, ingin hidup senang,
Gaul, lebih banyak lagi melihat dunia yang lain. “sabar frany… aku sedang
membentukmu dan aku menyiapkan banyak perjalanan indah untukmu namun belum
sekarang, sekarang ini biarlah kamu tetap focus study dan berusaha untuk
secepatnya selesai”. Hatiq berontak; “ah, aku bosan dengan study, aku bosan dengan kuliah. Aku tidak
tertarik pelayanan. Tidak ada contoh yang baik yang mereka perlihatkan padaku”.
Akibat dari pilihanku, tahun 2009 aku tetap harus
berada di kampuz dan tidak ada pengalaman special di tahun itu. seolah Dia
berkata; “selesaikan dulu studymu.” Tetap saja hatiku memberontak “aku bosan”. Dia kembali mengingatkan “semakin
lama kamu berada di sini semakin banyak kesempatan yang kamu lepaskan frany.
Ayo cepat selesaikan studymu”. Aq mulai berusaha untuk menyelesaikan
studyku. Aku melaksanakan KKN, dan memulai proses penyusunan skripsi. “Nah,
ada sedikit perubahan, baiklah aku akan memberimu pengalaman lain yang
mudah-mudahan dapat kembali menambal spiritualitasmu yang semakin bolong”
akhirnya, aq mendapat kesempatan mengikuti pertukaran mahasiswa dengan seminari
Pineleng. Kegiatan yang ternyata sangat bermanfaat bagiku. Bermanfaat untuk
kembali mengisi bejanaku yang kosong. Pengalaman dan pelajaran spiritual yang
tidak pernah ditemukan selama kuliah di UKIT; ku temukan saat berada di
seminari Pineleng. “Setelah bejanamu kembali terisi, selesaikanlah studymu”. Ya,
aku berusaha untuk menyelesaikan skripsiku. “karena tugas akhirmu hampir
rampung, maka Aku memberimu sebuah pengalaman lagi.” jadilah aku
menjadi petugas sensus penduduk tahun 2010. “Oh, TUhan, sulit sekali tugasku ini. Harus berjalan kaki sepanjang hari,
masuk/ keluar rumah. Sungguh, Aku tak sanggup”. Dia berkata; “pengalaman
ini untuk mendekatkan kamu dengan manusia lain dan lebih dari pada itu supaya
kamu sadar betapa sulitnya pekerjaan ibumu”. Aku pun berusaha
menjalankan tanggung jawabku ini sampai tuntas. 1 bulan aku melaksanakan tugas
ini di Tataaran satu. Tugas yang sungguh berat dan sangat melelahkan. “Bagus,
karena keuletan dan ketekunanmu, walaupun tugas yang kamu lakukan jauh dari
baik; bahkan klo mau jujur sangat buruk. Namun, Aku senang kamu mau berusaha.
Aku akan memberikan pengalaman indah untukmu”. Ditengah-tengah
melaksanakan tugas sebagai petugas sensus aku mendapat berita menjadi peserta
pertukaran pemuda antar propinsi. “Wow,
pengalaman yang aku idam-idamkan. Terima
kasih Tuhan”. “yup, tapi tunggu dulu, kamu harus berusaha menyelesaikan perbaikan
skripsimu dulu”. Aq berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan perbaikan
skripsiku. “Tuhan, waktunya tidak
memungkinkan; bagaimana ini”. Dia memberikan penguatan; “tenang
saja, karena kamu sudah berusaha dengan baik, maka Aku akan memberikan jalan
keluar”. Karena tugas Negara jadi aq bisa mengambil masa perpanjangan
perbaikan skripsi. Aq bisa menyelesaikanx setelah pulang dari pertukaran pemuda.
“Ty God”. Dia menjawab “No proplemo;
sudah berangkat sana, semoga kamu mendapatkan pengalaman yang berharga dari
perjalananmu yang panjang ini”. selama satu minggu aq mengikuti
karantina peserta; Utusan masih-masih kota dan kabupaten se-Sulut. Aq merupakan
utusan kabupaten Minahasa. Setelah pembekalan, Selama 1 minggu aku mengikuti
jamboree di Landak, Pontianak, Kalimantan barat. Dan selama 1 bulan lebih
melaksanakan tugas Negara di Ternate, Halmahera Barat, Jailolo. Sebuah
pengalaman yang indah dan menyenangkan. Satu pengalaman yang sangat berharga
ketika berada di Jailolo, yaitu; hidup ditengah masyarakat yang berbeda
keyakinan denganq. Pengalaman ini membuatq sangat menhormati mereka yang
berbeda keyakinan denganq. Di tengah kebahagiaan yang kurasakan Dia kembali
berkata; “Masih ada rencana indah yang kusiapkan untukmu, tunggu saja”.
Sepulangnya dari pertukaran pemuda. Aku bisa lebih menghormati potensi yang ada
dalam diriku. Diapun menyapa; “semoga pengalaman itu membuat kamu puas.
Eits, ingat selesaikan perbaikan skripsimu”. Waktu itu aku benar-benar
termotivasi untuk segera menyelesaikan perbaikan skripsiku. Tapi, waktuq tidak
memungkinkan untuk mengikuti wisuda. Bagiku hal itu bukanlah masalah. Akhirnya
perbaikan skripsi pun rampung. Penjilidan dan kemudian pemasukkan penjilitan
skripsi; Tanda bahwa aq telah menyelesaikan studiku, aq telah berhasil
menyelesaikan kisah perkuliahanku. Terlihat dia tersenyum padaq; “heheheheehehe…
selamat Frany… ada hadiah indah yang kusiapkan untukmu.”
….Bersambung