Tuesday, January 17, 2012

MARI MENGHAYAL


Terpampang dihadapanku Suasana rumah yang sangat asri dan nyaman; Rumah tua namun terawat. Taman bunganya, ditata dengan rapi nan indah. Memasuki ruang tamu dari rumah ini, nampaklah perhargaan dan ucapan-ucapan terima kasih bertebaran disana-sini. Foto-foto ukuran besar dan kecil juga banyak menghiasi dinding rumah ini. Kesan yang kudapat ketika berada dalam rumah ini; rumah ini dihuni oleh keluarga yang hidup dalam kesederhanaan. Tepatnya, keluarga yang memilih hidup dalam kesederhanaan. Karena jika keluarga ini menginginkan untuk hidup dalam kemewahan, pasti keinginan itu tidak sulit untuk diwujudkan. Hidup sederhana menjadi pilihan keluarga ini untuk memaknai anugerah Tuhan dalam kehidupan mereka.
Tidak berapa lama… Terdengar olehku percakapan santai antara seorang kakek, dengan seorang anak muda yang baru lulus menjadi seorang sarjana Teologi. Rambut sang kakek sudah beruban namun masih nampak sangat enerjik. Sang kakek inilah yang empunya rumah tua nan indah ini. sang kakek itu adalah dosenq. Anak muda itu adalah mahasiswanya, temanku. Bisa jadi kami memiliki pergumulan yang sama, yaitu; sedang berada pada persimpangan jalan untuk menentukan kehidupan di masa yang akan datang.
Terdengar sang kakek mulai berkisah:
“Pelayan; itulah aq ketika memilih menjadi seorang pendeta. Melayani; itulah tugasku. Jika yang ku layani berkenan memberikan ucapan terima kasih, aq pun sangat bersyukur. Jika tidak, tetaplah aq bersyukur karena melayani memang merupakan tugasku sebagai seorang pelayan”.
“Belajar dari pengalamanku; apa yang didapat dari pelayanan sampai kapan pun tidak akan bisa mencukupi kehidupan keluargaq. Memang jika hanya untuk diriq sendiri, aq merasa yang kudapatkan lebih dari cukup. Namun jika sudah ditambah dengan keluargaku; istri dan anak-anakku, semua belumlah cukup. Pertanyaannya, apakah aku hanya berpasrah diri dan berdiam diri saja menerima keadaan ini? sejak awal, bahkan sebelum aq memilih hidup menjadi seorang pendeta. Aq sadar bahwa pilihanq ini tidak akan pernah bisa mencukupi kebutuhan keluargaq, dan aq pun tidak berharap lebih dalam karya pelayananq. Disatu sisi aku benar-benar tulus dalam mengabdi pada-Nya yang telah banyak melimpahkan berkat bagiq dan keluargaq. Tapi disisi lain aq tidak ingin hidup dalam ketidak cukupan. Yang pasti aku akan tetap melakukan tugas pelayananq dengan penuh ketulusan hati namun aq pun akan terus berusaha agar keluargaq tidak berkekurangan”.
“sekarang, masaq telah lewat. Aq bahagia dengan pilihanq 60 tahun yang lalu. Sekarang, giliranmu yang masih muda untuk berkarya. Kamu sekarang diperhadapkan pada sebuah “pertigaan” kehidupan. Waktunya bagimu untuk memilih masa depanmu. Namun ingatlah bahwa semua pilihanmu saat ini tentu ada akibat yang harus kamu jalani. Kamu telah dipersiapkan dan ditempah dengan baik untuk menjadi seorang pelayan; dalam hal ini sebagai pendeta. Sekarang, saatnya kamu memilih; apakah tetap melangkah menjadi seorang pelayan atau bekerja dan berkarya dibidang yang lain? Pilihan ada ditanganmu. Namun ingatlah, setiap pilihan ada akibat yang harus kamu jalani. Jika tetap bertahan untuk menjadi pelayan; Persiapkanlah dirimu untuk benar-benar tulus melayani tanpa mengharapkan imbalan.  janganlah berharap lebih dari pelayananmu, malahan kamu harus bersedia mengorbankan banyak hal yang kamu miliki demi pelayananmu. Namun janganlah juga pelayanan membuatmu pasrah pada keadaan dan membuatmu menerima kehidupan yang tidak berkecukupan”.
“Untuk saat ini, persiapkanlah dirimu dengan baik. Banyak potensi di sekitarmu dan banyak potensi dalam dirimu. Belajarlah melihat potensi yang ada disekitarmu untuk kemudian diolah sebagai tempat mencukupkan kehidupan keluargamu dalam karya pelayananmu. Dan belajarlah untuk mengembangkan potensi besar yang tersimpan dalam dirimu yang bisa jadi akan berguna ketika kamu telah benar-benar memilih jalan kehidupanmu”.
“Memilih menjadi seorang pelayan, memiliki beban tugas yang berat. Melayani lebih banyak mengunakan hati. Di kampus kamu dituntut untuk kritis terhadap segala sesuatu namun ketika berada dalam dunia pelayanan, kamu dituntun untuk seimbang  mengunakan perasaan dan kecerdasanmu. Seorang pelayan dituntut untuk mengerti perasaan orang lain. Seorang pelayan hanya bisa memendam pergumulan dan permasalahan yang dihadapinya. Seorang pelayan harus tetap bersikap ramah, walaupun terkadang hatinya terasa pedih”.
Nampak olehq; anak muda itu, temanq, hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja. Yang kuyakin sebagai tanda bahwa anak muda itu mengerti dengan apa yang diucapkan oleh kakek tua itu.

“pa, so boleh ba siap-siap stow? Bilank ada pelayanan ini jam 7, skarang so jam 6 noe”. Suara ini menyadarkan aq dari kenanganq 5 tahun lalu. Waktunya bersiap-siap untuk melayani. Sekarank aq sudah memilih jalan kehidupanq. memilih untuk memberi diri dalam pelayanan gereja. Namun, peristiwa yang terjadi secara “kebetulan” 5 tahun lalu tetap akan terus tergiang dalam ingatanku. Dan, pasti akan ku praktekkan J


No comments:

Post a Comment